Tujuannya agar UU HKPD tersebut dapat mewujudkan alokasi sumber daya nasional secara efisien, efektif, transparan, akuntabel, dan berkeadilan agar dapat terealisasi pemerataan kesejahteraan masyarakat di seluruh Indonesia. Otoritas fiskal menjelaskan bahwa UU HKPD berlandaskan 4 pilar utama untuk memperkuat pelaksanaan desentralisasi fiskal di daerah.
Pilar pertama, mengembangkan Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah untuk menurunkan ketimpangan vertikal (antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota) dan ketimpangan horizontal (antar pemerintah daerah pada level yang sama).
Pilar kedua, mengembangkan sistem pajak daerah untuk mendukung alokasi sumber daya nasional secara efisien. Pilar ketiga, mendorong peningkatan kualitas belanja daerah. Dan pilar keempat, mengupayakan terciptanya harmonisasi kebijakan fiskal antara Pemerintah Pusat dan Daerah sehingga penyelenggaraan layanan publik dapat dilakukan secara optimal serta untuk menjaga kesinambungan fiskal.
Skenario umum yang dibangun dalam UU HKPD bahwa kebijakan tersebut tidak akan terlalu memberikan dampak pada sisi APBN, namun berdampak pada sisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Prinsipnya, UU HKPD diharapkan dapat mendorong perbaikan kualitas pengelolaan keuangan daerah secara holistik sehingga dapat mendorong reformasi kebijakan penganggaran daerah dari seluruh elemen APBD.
Dampaknya, pengaturan dalam HKPD tersebut akan berpotensi meningkatkan pendapatan daerah terutama yang berasal dari peningkatan pendapatan asli daerah (PAD). Selain itu reformulasi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) dan TKD pada UU HKPD tersebut diharapkan akan dapat meningkatkan tingkat kemandirian fiskal daerah.