Oleh: Marsuki
(Guru Besar FEB Unhas dan Komisaris Independen BSSB)
Salah satu perbincangan menarik di publik beberapa waktu belakang ini terkait Penyertaan Modal Negara (PMN) di BUMN. Dikarenakan ditengarai banyak BUMN yang merugi tapi tetap memperoleh suntikan dana dari pemerintah atas nama negara, di antaranya melalui PMN.
Bagi pemerintah tentu punya alasan yang mendasari kebijakan yang diambil. Bangsa Indonesia membutuhkan kemampuan besar untuk membangun guna mencapai tujuan bernegara sesuai amanat Pembukaan UUD 1945, memajukan kesejahteraan umum.
Masalahnya dalam melaksanakan pembangunan dibutuhkan dana sangat besar. Sesuai RPJMN, dana yang dibutuhkan untuk proyek prioritas strategis selama lima tahun (2020-2024) sekitar Rp6.555 triliun. Sumber pendanaannya antara lain dari APBN termasuk di dalamnya utang dalam dan luar negeri, dari BUMN, Kerja sama Pemerintah, dan Badan Usaha (KPBU) dan swasta.
Karena keterbatasan anggaran, pemerintah terus aktif mempercepat pencapaian sasaran pembangunan dengan berusaha mengurangi ketergantungan pendanaan dari APBN, utamanya dengan mengembangkan creative financing, dengan cara meningkatkan peran BUMN dengan mengoptimalkan efektivitas Penyertaan Modal Negara (PMN) pada BUMN.
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur Investasi Pemerintah, PMN merupakan salah satu bentuk investasi pemerintah pada Badan Usaha dengan maksud untuk mendapatkan hak kepemilikan termasuk pendirian Perseroan Terbatas (PT) dan/atau pengambilalihan Perseroan Terbatas.