English English Indonesian Indonesian
oleh

Sensus Pertanian dan Regenerasi Petani Sulawesi Selatan


OLEH: Andhy Aryutama Kamase, SST, M.Ec.Dev, ASN BPS Provinsi Sulawesi Selatan
Ketahanan pangan menjadi isu hangat yang tengah ramai disorot. Menurut Food and Agriculture Organization (FAO), ada tiga isu kunci utama yang akan dihadapi pertanian global yaitu ketahanan pangan, kualitas dan keamanan pangan, serta isu keberlanjutan.

Dalam skala nasional, isu keberlanjutan ini menghadapi beberapa tantangan, salah satunya adalah penuaan dan regenerasi petani.  Di Sulawesi Selatan, pertanian masih menjadi tulang punggung perekonomian. Sebanyak 21 persen dari barang dan jasa yang dihasilkan di Sulawesi Selatan merupakan produk pertanian, baik itu tanaman bahan makanan, perkebunan, hortikultura, peternakan, perikanan, maupun kehutanan. Oleh karena itu, Sulawesi Selatan akan menghadapi masalah jika penuaan dan regenerasi petani tidak diatasi secara serius.

Berdasarkan data Sensus Pertanian tahun 2003 dan 2013 yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), tampak bahwa regenerasi petani di Sulawesi Selatan tidak berjalan dengan mulus. Seiring dengan meningkatnya kebutuhan akan pangan, jumlah aktor yang menyediakannya, dalam hal ini petani, justru berkurang. Sensus Pertanian tahun 2003 mencatat bahwa terdapat 1,05 juta petani di Sulawesi Selatan. Namun, hasil Sensus Pertanian tahun 2013 tercatat jumlah petani menurun menjadi 980 ribu orang. Lebih lanjut lagi, dari Sensus Pertanian 2013 juga diketahui bahwa persentase petani milenial hanya sekitar 15 persen dan masih tetap didominasi oleh petani dengan usia 45 tahun ke atas sekitar 54 persen.

Selain dari Sensus Pertanian, data terkait jumlah petani juga bisa dilihat dari Survei Pertanian Antar Sensus (SUTAS) yang dilaksanakan oleh BPS pada tahun 2018. Hasil dari SUTAS menunjukkan bahwa pada tahun 2018 terjadi fenomena yang menarik di mana jumlah petani kembali mengalami peningkatan, yaitu dari 980 ribu orang pada tahun 2013 menjadi 1 juta orang pada tahun 2018. Namun, penambahan jumlah petani hanya terjadi pada kelompok umur 45 tahun ke atas. Sedangkan jumlah petani berumur 45 tahun ke bawah tetap saja menurun. Hal ini mengindikasikan dua hal, yang pertama kelompok usia muda tetap enggan untuk berkecimpung ke sektor pertanian. Yang kedua, penambahan jumlah petani di kelompok umur 45 tahun ke atas disebabkan oleh perubahan struktur demografi dan tambahan dari “orang tua” yang beralih profesi menjadi petani, misalnya mereka yang sebelumnya aktif di sektor lain yang kemudian masuk ke sektor pertanian menjelang atau setelah masa pensiun.

Data-data di atas menunjukkan bahwa Sulawesi Selatan mengalami kendala dalam regenerasi petani, di mana penambahan jumlah petani tidak diisi oleh anak muda melainkan orang tua. Jika hal ini tetap berlanjut, maka petani mungkin akan terjaga secara jumlah tapi tidak dengan keberlanjutannya. Padahal, yang diharapkan dari terjadinya regenerasi petani adalah masuknya darah segar yang mampu menyerap dan menerapkan teknologi.

Berbagai literatur telah menunjukkan bahwa penuaan usia petani akan menghambat transformasi sistem pertanian dalam upaya untuk lebih inovatif, berdaya saing, dan berkelanjutan. Transformasi di sektor pertanian akan jauh lebih mudah dilakukan oleh petani muda yang adaptif terhadap perubahan dan terbiasa dalam pemanfaatan teknologi baru sehingga upaya peremajaan usia petani mutlak diperlukan.

Pemerintah perlu mencari solusi untuk menarik pemuda agar mau berkecimpung sejak dini di sektor pertanian, mengingat sektor pertanian bukan menjadi hal yang seksi di mata generasi milenial karena acap kali dipersepsikan tidak menjanjikan secara ekonomis.

Oleh karena itu, diperlukan data yang akurat dan berkesinambungan untuk membuat kebijakan yang tepat dalam menghadapi isu ini. Atas dasar tersebut, pada tahun 2023 ini BPS menyelenggarakan Sensus Pertanian yang ketujuh, untuk menyediakan data proporsi usia petani yang up to date, supaya dapat memberikan gambaran yang komprehensif mengenai regenerasi petani termasuk petani millenial. Selain struktur usia petani, Sensus Pertanian 2023 juga menghimpun data mengenai penerapan teknologi, penggunaan lahan, dan akses petani terhadap lembaga keuangan yang dibutuhkan dalam mengatasi persoalan-persoalan di sektor pertanian.

Tentu menjawab permasalahan regenerasi tidak selesai hanya pada tersedia atau tidaknya data dari Sensus Pertanian 2023, tapi lebih dari itu, bagaimana hasil sensus pertanian betul-betul dapat dimaksimalkan dalam setiap tahapan pengambilan kebijakan. (*)

News Feed