OLEH: Hasnahwati, Mahasiswa Doktoral Jurusan PAI UMM
Muhammadiyah merupakan salah satu organisasi Islam tertua dan terbesar di Indonesia, dan hal ini tidak bisa menghindar dari tuntutan perubahan zaman globalisasi.
Muhammadiyah sebagai organisasi Islam Modern, yang mengusung dakwah Islam rahmatan lil alamin dengan gerakan amal ma’ruf nahi munkar. Salah satu rekomendasi dari Muktamar ke-47 Muhammadiyah tanggal 3-7 Agustus 2015 di Makassar, adalah keharusan membangun toleransi dan kerukunan antar umat beragama.
Toleransi secara umum adalah saling menghargai antar umat beragama. Hidup dalam keanekaragaman memerlukan khasanah dan etika kehidupan yang luhur, karena keragaman menuntut setiap pihak untuk saling toleran. Di tengah keberagaman agama di Indonesia, Islam merupakan agama mayoritas yang sangat sadar dan menghormati pluralitas masyarakat. Ini dicontohkanlangsung oleh Rasulullah saw. Terhadap hak-hak non muslim (dzimmi), Rasulullah saw. bersabda:
“Barang siapa menzalimi non muslim yang terikat perjanjian dengan Islam, menghinakannya, membebaninya di luar batas kemampuannya, atau mengambil hartanya tanpa kerelaannya maka, akulah lawannya pada hari kiamat kelak” (HR Abu Dawud). Rasulullah saw. telah mencontohkan sikap toleransi pada saat menjadi kepala Negara di Madinah. Masyarakat Madinah yang dibangun Rasulullah saw. pada saat itu, dihuni oleh tiga kelompok besar yaitu: I) kelompok muslim dari kalangan muhajirin dan anshar, jumlah mereka mayoritas, 2)kelompok musyrik dari kalangan suku auz dan khazraj, jumlah mereka sedikit, 3) kelompok yahudi yang terbagi menjadi 4 golongan, yaitu bani Qunaiqa’, Bani Nadhir, Khaibar dan Quraidzah. Rasulullah saw. menjamin hak-hak non muslim yang berada dalam kekuasaannya, seperti hak terhadap harta, jiwa, kehormatan, beribadah dan berusaha. Termasuk juga menyangkut kehidupan pribadi, seperti agama, ibadah, makanan, pakaian, dan perkawinan, dibolehkan umat non-Islam menjalankan agamanya masing-masing dan tidak boleh dipaksa masuk Islam.
Keteladanan Rasulullah saw. dalam toleransi yang diterapkan inilah yang menjadi acuan bagi Muhammadiyah. Menyerukan dan mengajak seluruh umat Islam dan seluruh masyarakat untuk terus menerapkan nilai-nilai toleransi di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara guna mewujudkan kerukunan dan kedamaian. Nilai-nilai toleransi senantiasa harus terus digaungkan, dipelihara dan dijaga, karena jika kehidupan bersama itu dipaksakan oleh sekelompok orang, baik dalam hal beragama ataupun relasi sosial, maka kerukunan di tengah masyarakat akan semakin pupus.
Sejak masa KH Ahmad Dahlan, sikap toleransi antar umat beragama yang dilakukan Muhammadiyah tidak berfokus pada hal-hal yang bersifat narsistik seperti ikut merayakan natal bersama. Tetapi hanya fokus dalam membangun pelayanan sosial yang merupakan toleransi yang paling nyata. Bentuk toleransi yang dibangun oleh Muhammadiyah bertumpu pada teologi amal, memiliki preseden yang sangat kuat dalam kisah KH Ahmad Dahlan mengajarkan QS. al-Maun yang terkenal itu. Lebih memfokuskan pada amal yang berdampak nyata dalam kehidupan bermasyarakat. Muhammadiyah bekerja sama dengan anak bangsa non-Muslim untuk membangun kapasitas pendidikan dan kesehatan di berbagai penjuru Nusantara.
Muhammadiyah secara organisasi tidak pernah melakukan tindakan diskriminasi terhadap Ormas lain, seperti melarang atau membubarkan sebuah pengajian dengan alasan kegiatan tersebut ada unsur-unsur bid’ah atau radikal. Namun, perlu dengan teliti dibedakan antara sikap Muhammadiyah sebagai organisasi dan Muhammadiyah dalam tataran pemahaman keagamaan masyarakatnya. Muhammadiyah merupakan organisasi yang tertib dalam administrasi, ketika ada yang tidak sesuai dari nilai-nilai persyarikatan terutama semangat ajaran Islam, itu adalah pengecualian tersendiri. Muhammadiyah selalu menjalin hubungan kerjasama untuk kebaikan bangsa Indonesia, seperti kerja sama dengan Nahdlatul Ulama dalam misi penyebaran paham wasathiyyah Islam, Lazismu dan Lazisnu menjalin kemitraan strategis dalam penghimpunan dan pendistribusian zakat, infak, dan sedekah, kerjasama dengan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) dan sejumlah koalisi masyarakat sipil untuk menolak pengesahan RUU Pertanahan, kerjasama dengan organisasi-organisasi kemanusiaan seperti membantu penanganan pengungsi rohingya, dan sebagainya, yang dilakukan Muhammadiyah sebagai sikap toleransi nyata menghargai lintas kelompok Islam.
Keberadaan organisasi Muhammadiyah di tengah-tengah umat Islam saat ini, diharapkan mampu untuk menjadi garda terdepan dalam bersikap, mampu mengayomi dan menjadi penengah dalam beragam pemikiran dan paham-paham yang ada di masyarakat. Namun tidak di pungkiri pula, bahwa dalam sebuah organisasi tentu berisi banyak kepala dan ide yang berbeda-beda. Maka ini menjadi tantangan tersendiri bagi Muhammadiyah dalam menjaga sikap dan kedisplinan dalam tertib administrasi. (*)