FAJAR, MAKASSAR-Mendorong penertiban penggunaan Bahasa Indonesia di ruang publik, Departemen Sastra Indonesia Universitas Hasanuddin (Unhas) menggelar Deklarasi Penertiban Penggunaan Bahasa Indonesia. Itu sebagai bentuk komitmen meminimalisasi penyimpangan-penyimpangan berbahasa Indonesia di ruang-ruang publik.
Sekretaris Daerah Provinsi Sulsel Abdul Hayat Gani hadir langsung memimpin deklarasi itu bersama guru besar, akademisi, media, dan mahasiswa. Menurutnya, ini adalah momentum yang kuat untuk memberikan spirit kepada semua pihak menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Itu sebagai bahasa kebanggaan kita sebagai pemersatu baik sektro formal dan informal.
“Di hari Bulan Bahasa ini adalah momentum yang tepat, untuk dijadikan ajang memberikan publikasi yang kuat kepada masyarakat tentang penggunaan Bahasa Indonesia yang baik dan benar, dan bukan hanya seremonial belaka. Perlu pendampingan terus kalau ada surat bahasa Inggris saya minta di ubah untuk menggunakan Bahasa Indonesia,” ujarnya.
Guru Besar Departemen Sastra Indonesia Unhas, Prof M Darwis menuturkan masalah yang dihadapi negara adalah masih ada kesan belum menjunjung Bahasa Indonesia sebagaimana layaknya. Mulai nama gedung tergoda menggunakan bahasa modern, dimana menempatkan bahasa Indonesia belum modern.
“Ini tantangan dan bukan pekerjaan mudah karena dunia pengusaha menggunakan nama gedung modern sebagai bentuk promosi. Dengan kegiatan ini semoga waktu mendatang, gedung modern diberi nama bahasa Indonesia. Dan bahasa Indonesia ditempatkan di baris pertama setiap persuratan,” harapnya.
Ketua Departemen Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Unhas, Munira Hasjim, mengatakan setiap 28 Oktober pihaknya melaksanakan program dalam memperingati Bulan Bahasa. Ini digelar dengan tiga rangkaian mulai dari membedah buku sebagai bentuk apresiasi kepada penulis. Agenda Bulan Bahasa itu dibuka oleh Wakil Dekan I FIB Unhas, Mardi Adi Armin.
Ada dua buku yang dibedah yaitu, Quo Vadis Indonesia? karya Ishak Ngeljaratan dan Morfosintaksis Bahasa Makassar yang merupakan karya Asriani Abbas. Buku Quo Vadis Indonesia? akan dibedah oleh Dr Inriati Lewa dan Ilham. Sementara Morfosintaksis Bahasa Makassar hadir sebagai pemateri yaitu, Dr Asriani Abbas dan Dr Kaharuddin dengan moderator Dr Ikhwan M Said.
Digagas pula dengan Balai Bahasa program Deklarasi Penertiban Penggunaan Bahasa Indonesia. Ini dimulai di dunia kampus. “Kita sebagai dosen dan mahasisa ketika kita menemukan bentuk penulisan yang tidak benar kemudian kita sampaikan koreksi untuk upaya memperbaiki. Bentuk upaya dan komitmen kami untuk meminimalisasi penyimpangan-penyimpangan kaidah penulisan baik di ruang publik maupun karya tulis,” jelasnya.
Selain itu dirangkaikan dengan penandatanganan kerja sama dengan sejumlah mitra yaitu, IPDN Sulsel, TVRI Sulsel, Hiski Sulsel, Dinas Kebudayaan Makassar, Universitas Terbuka, FAJAR, Unismuh, dan UMI. Kerja sama tersebut dalam bentuk program pengabdian masyarakat dan pemagangan mahasiswa untuk mencapai indikator kinerja. (mil/*)