Ketika Aisyah ra, istri Nabi Saw. ditanya tentang akhlak Rasulullah, Aisyah menjawab: “Akhlak beliau adalah Al-Qur’an”.
Ada orang mencintai Nabi Muhammad secara sangat berlebihan, sehingga melakukan hal yang mengundang tanya, apakah kecintaan kepada Nabi itu tidak lagi menyisakan walau sedikit pun kecintaan kepada yang lainnya? Ada pula orang yang membencinya secara berlebihan, sehingga berbuat sesuatu yang mengundang tanya, masih tersisakah kebenciannya kepada orang selain Nabi Muhammad?
Di dalam riwayat keagamaan Islam, adalah perempuan bernama Rabiah Al-Adawiyah telah menjadi contoh kecintaan yang sangat berlebihan kepada Nabi Muhammad. Sehingga saat ditanya apakah dia membenci setan, mistikus perempuan itu menjawab, “kecintaannya kepada Sang Nabi sudah menghapus seluruh rasa bencinya, hatta kepada setan sekalipun”.
Masih dalam riwayat keagamaan, diceritakan orang-orang yang sangat membenci Sang Nabi itu hingga melampaui batas, ingin membunuhnya. Al-Qurβan menyebut bahwa para pembenci itu membunuh Nabi-Nabi mereka.
Dalam acara memperingati kelahiran seorang nabi – pada umat Nasrani disebut Hari Natal dan pada umat Muslim disebut Maulid Nabi Saw. – umat menunjukkan kecintaannya kepada Nabinya dalam wujud beraneka rupa. Wejangan keagamaan di acara itu tidak mustahil juga dituturkan secara berlebihan. Mungkin tidak sesuai lagi sebagai yang diwejangkan oleh Sang Nabi itu sendiri. Sikap berlebihan tidak dianjurkan. Bersikap tengah-tengah atau moderat adalah ajaran semua agama dan filsafat.
Sikap berlebihan mengundang fanatisme. “Fanatisme, berasal dari bahasa Latin fanaticus, memiliki arti amarah atau gangguan jiwa. Hal tersebut merupakan gambaran bahwa amarah yang terdapat dalam diri seseorang yang fanatik merupakan luapan, karena tidak memiliki paham yang sama dengan orang lain”. Sedang, fanatisme agama adalah sikap meyakini agama secara dalam dan kuat. Hal tersebut sering mengakibatkan konflik di masyarakat, dan sulit untuk meredakannya. Fanatisme dalam beragama dapat melahirkan rasa terancam dari orang lain yang berbeda keyakinan.
Acara Maulid Nabi Muhammad Saw. dimaksudkan agar wahyu Al-Qurβan berselaras dengan hadis Nabi. Janganlah wejangan di acara Maulid Nabi justru mendorong jemaah berakhlak yang berlawanan dengan Al-Qurβan. Peringatan Maulid hendaknya mampu mencerahkan umat untuk menjadi manusia berkeadaban. Jika diamati, ada saja acara Maulid yang menggiring umat menjauhi kehidupan yang berkeadaban. Indikasinya ialah, jika acara Maulid itu meluap-luapkan kebencian dan menyirnakan rasa cinta kepada sesama. Atau, meluapkan ketidaksabaran dan kemarahan umat terhadap lingkungan yang dipandangnya sesat dan zalim. Mungkinkah semua yang dikeluhkan itu merupakan akibat dari sikap dan perilaku si pengeluh itu sendiri, atau bukan? Al-Qurβan mengatakan, “Hal baik yang engkau alami, itu dari Tuhan; sedang hal buruk, itu dari dirimu sendiri. Kami mengutus kamu (Nabi) kepada manusia sebagai utusan. Cukuplah Tuhan menjadi saksi”. (*)