“Jika rakyat menggunakan daulatnya untuk melawan skandal yang bersarang di pos-pos kekuasaan Negara, maka TNI hanya punya satu pilihan – membersamai rakyat”
Al Mukhollis Siagian
Presidium Kesatuan Aksi Rakyat Muda Indonesia
DARI tahun ke tahun memiliki peristiwa kelam bernuansa pelanggaran kemanusiaan dan munculnya people’s power, baik di kancah Internasional maupun di nasional (Indonesia).
Di internasional, deretan peristiwa yang terjadi pada bulan September dengan gerakan people’s power terdiri dari Revolusi Perancis (3 September 1791, 21 September 1792 dan 5 September 1793), Upaya kudeta di Chile yang digulingkan oleh Jenderal Augusto Pinochet (11 September 1973), Kudeta militer di Spanyol (13 September 1923), 80.000 demonstran melakukan demonstrasi di Amsterdam melawan hukum Armada (23 September 1923) dan peristiwa lainnya.
Sedangkan di Indonesia, sejumlah peristiwa kelam bulan September terdiri dari tragedi G-30S PKI (30 September 1965), tragedi Tanjung Priok (12 September 1984), tragedi Semanggi II (24 September 1999), pembunuhan Munir (7 September 2004), kasus wafatnya Salim Kancil (26 September 2015) dan brutalitas aparat dalam demonstrasi Reformasi Dikorupsi (23-24 September 2019).
Atas dasar catatan masa silam dari setiap bulan September ini, para aktivis HAM menyebutnya dengan istilah “September Hitam”. Mengacu pada suatu kritik dan perlawanan bahwa pemerintah tidak becus dan sudah seharusnya menyelesaikan persoalan-persoalan kemanusiaan yang menumpuk.
Akan tetapi, September pada tahun ini juga mengalami kepiluan, di mana pemerintah pusat mencabut subsidi BBM. Rasionalisasi dari pemerintah dari kebijakan tersebut terletak pada pendistribusian sebesar 70% pengguna subsidi BBM adalah salah sasaran. Sehingga pemerintah meyakini dan mencoba meyakinkan publik bahwa “langkah yang tepat” atas persoalan tersebut adalah mencabut subsidi BBM.