English English Indonesian Indonesian
oleh

Regenerasi Politik

Oleh : Firdaus Abdullah, Alumni Sekolah Demokrasi LP3ES Angkatan V

Perhelatan pesta demokarsi memang masih terbilang jauh kurang lebih dua tahun lagi, akan tetapi dinamikanya mulai menghangat. Pemilu 2024 telah memasuki tahapan verifikasi partai politik. Harapan besar bagi publik pada kontestasi demokrasi lima tahunan tersebut yang merupakan salah satu agenda regenerasi politik. Batu sandungan yang terus menjadi kendala proses regenerasi politik adalah pengaruh oligarki dan eksistensi politik dinasti.  Politik dinasti adalah pembajakan demokrasi dan politik dinasti rawan akan sifat korupsi.

Demokratisasi internal parpol kurang dilakukan, parpol menjadi milik satu kelompok bahkan satu keluarga, bahkan partai politik terjebak dalam lingkaran oligarki. Kuasa oligarki di partai politik sangat berpengaruh  seperti proses pengambilan kebijakan hingga rekrutmen calon anggota legislatif, kepala daerah hingga presiden.  Hal  ini menunjukkan bahwa partai politik belum menjadi institusi publik yang memiliki tanggung jawab atau akuntabilitas terhadap konstituennya, dan juga masih kurang transparannya lembaga partai politik dalam merekrut untuk menjadi kandidat.

Berbicara politik adalah berbicara terkait sirkulasi kekuasaan, yang merupakan suata rangkaian demokrasi yang harus dijalankan dengan penuh integritas. Pemilu 2024 menjadi momentum yang bersejarah, sebagai kaum muda kita tidak boleh melepas diri dalam momentum bersejarah tersebut.

Generasi era saat ini diwarnai kehadiran generasi milenial, demokrasi akan terancam tenggelam jika perbaikan dan regenerasi tidak optimal dilakukan. Disisi lain, gerakan apatis seperti golput (golongan putih) terus massif disuarakan serta anggapan politik itu kotor juga terus menggema di kalangan masyarakat. Tontonan yang diperlihatkan oleh segelintir elit politik terus membanyangi kualitas demokrasi di Indonesia.

Mengingat posisi pejabat yang nanti akan dipilih baik eksekutif maupun legislatif sangat strategis  dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, maka rakyat  dituntut dapat memilih pemimpin atau wakil rakyat yang benar-benar berintegritas dan pro terhadap kepentingan rakyat. Bukan untuk kepentingan pribadi dan partainya seringkali menjerumuskan ke dalam kasus korupsi.

Sementara Syafi’i Antonio dalam The Super Leader Super Manager (2017), mengungkapkan salah satu krisis terbesar dunia saat ini adalah krisis keteladanan. Dampak krisis keteladanan ini jauh lebih dahsyat dari krisis energi, kesehatan, pangan, dan lain sebagainya. Hal ini dikarenakan absennya pemimpin berkompeten dan memiliki integritas yang tinggi.

Sayangnya kaderisasi di internal partai politik masih jauh panggang dari api. Pola  rekrutmen kader partai politik yang insan telah menjadi rutinitas partai jelang konstestasi demokrasi. Alhasil bukan kualitas yang dipersyaratkan, tetapi materi dan popularitas semata. Potensi kaum muda sangat prospektif bagi politik, baik secara kuantitas maupun kualitas. Apalagi Indonesia kini menghadapi bonus demografi, fenomena ini sayang jika terlewatkan. Sehingga pemanfaatannya terbuka dilakukan termasuk untuk kepentingan kemajuan demokrasi.

Bagaimanapun demokrasi menjadi pilihan tunggal regenerasi kepemimpinan di negara ini.  Sejatinya kaum muda mesti mendapatkan porsi strategis sebagai pelanjut estafet kepemimpinan.  Prasyarat harus pengalaman adalah bentuk feodalisme politik. Pengalaman anak muda tentu membutuhkan media danruang untuk diasah. Pengkaderan menjadi syarat mutlak dan konsekuensi logis guna memenuhi kebutuhan regenerasi.

Selama ini karir politik kaum muda cenderung terkalahan oleh senjata instan partai politik seperti menggaet orang kaya, populer, artis, dan lainnya. Pola ini tentu hanya akan menghadirkan kesuksesan semu yang berjangka pendek.

Maka perlu terobosan dan keberanian untuk mengesampingkan kepentingan sesaat, ambisi kelompok yang terlalu besar sehingga mengesampingkan kepentingan bangsa dan negara. Semua itu membutuhkan kesadaran bersama agar bangsa ini tidak mengalami stagnasi. Banyak yang beranggapan bahwa Indonesia tengah menikmati bonus demokgrafi. Problemnya, kenaikan jumlah kaum muda tidak selaras dengan munculnya tokoh-tokoh muda  yang layak untuk menjadi pemimpin politik.

Esensi penting lainnya dari pemilu adalah sebagai sarana terciptanya regenerasi dan sirkulasi kepemimpinan. Dalam konteks pemilu, defenisi regenerasi dapat mengalami perluasan makna apabila dirujukkan dengan situasi dan kondisi politik saat ini. Regenerasi tidak hanya  produk dari pembatasan masa jabatan saja, melainkan juga hadirnya peluang bagi siapapun untuk maju dalam kontestasi dalam pemilu.

Sementara elite/ aktor politik yang mempraktekkan politik kekeluargaan dimana kerabat keluarga didistribusikan ke lembaga pemerintahan atau lembaga negara, aktor politik ini  tidak sedang memperbaiki kualitas kelembagaan demokratis, melainkan memanfaatkannya guna menjamin kepentingan politik keluarga mereka. Inilah Potret runyamnya kaderisasi partai politik di Indonesia

Dengan demikian, masih banyak waktu publik untuk betul-betul selektif dengan baik sebelum menentukan pilihan pada pemilu 2024 nantinya. Pilihlah pemimpin yang betul-betul dapat membawa perubahan. (*)

News Feed