Tak terhitung pahlawan gugur di tanah Sulsel. Mereka berjuang untuk tanah air.
BUSRAH HISAM ARDANS
Makassar
Detik-detik ini, 77 tahun silam adalah hari-hari menegangkan dalam kemerdekaan Indonesia. Di Sulsel, pemuda-pemudi, rakyat biasa, dan bangsawan menjadi tonggak kemerdekaan.
Ketika Jepang mulai merasa kewalahan di medan pertempuran, mereka menjanjikan kemerdekaan. Bung Karno akhirnya datang memberikan motivasi kepada bangsawan atau masyarakat untuk mendukung Jepang karena mau memberikan kemerdekaan itu.
Hal itu juga sejalan dengan pengamatan Bung Karno yang melihat nasionalisme di Sulsel kurang waktu itu. Kesadaran itu belum ada dikarenakan sampai pada 1945, hampir dikatakan tidak ada sarjana di Sulsel.
Hal unik dari Sulsel ialah para bangsawan dengan Hindia Belanda tidak sedekat di wilayah lain. Satu-dua dapat dikuasai, tetapi tidak semua. Secara umum kaum bangsawan Sulsel mengambil jarak dengan Hindia Belanda.
Karakter para raja di Sulsel ini kemudian menular ke bawahan dan pemuda untuk mempertahankan kemerdekaan nantinya. Ketika ada usaha pertemuan di Jakarta (Batavia) untuk membicarakan kemerdekaan, maka diutuslah tiga orang dari Sulsel.
Ada Andi Pangerang Pettarani yang menggantikan Andi Mappanyukki –yang mau menikahkan anaknya dengan Andi Djemma– kala itu. Yang mana dua kerajaan bergabung pada ikatan darah yang lebih dekat.
Lalu, bangsawan yang berangkat itu Sultan Daeng Radja yang kemudian jadi pahlawan nasional. Terakhir Sam Ratulangi, yang pada kemudian hari menjadi Gubernur Sulawesi.