Seperti dua sisi mata uang, narkoba menjadi zat yang bisa memberikan manfaat jika perilakunya bertanggung jawab dan sesuai indikasi untuk aplikasinya. Namun, jika penggunaannya tidak sesuai prosedural medis akan berakibat merusak Kesehatan. Penggunaan narkotika yang ilegal dan berlebihan dapat menyebabkan habitual yang membuat pemakainya akan selalu teringat, terkenang, dan terbayang, sehingga cenderung untuk selalu mencari dan rindu (seeking). Setelah itu muncul adiktif di mana narkoba yang membuat pemakainya terpaksa memakai terus dan tidak dapat dihentikannya. Yang paling berbahaya muncul efek toleran yang membuat tubuh pemakainya semakin lama semakin menyatu dengan Narkoba sehingga menuntut dosis pemakaian yang semakin tinggi.
Hukum di Indonesia melegalkan narkotika untuk pelayanan kesehatan, akan tetapi disisi lain Islam mengharamkannya. Mengingat dalam hukum Islam, ada beberapa ayat al-Qur’an dan Hadis yang melarang manusia untuk mengonsumsi minuman keras dan hal-hal yang memabukkan. Minuman keras dan hal-hal yang memabukkan bisa juga dianalogikan (diqiaskan) sebagai narkotika. Namun jika penggunaannya untuk pelayanan kesehatan dalam hukum Islam diperbolehkan apabila tidak ada atau tidak ditemukan obat untuk menyembuhkannya.
Berdasarkan sebuah kaidah asasi berkenaan dengan keharusan menghilangkan kemadharatan demi terwujudnya kemaslahatan, yaitu “kemudharatan harus dihilangkan” dengan adanya alasan-alasan syara’ yang dibenarkan. Maka ketika bertemu dengan keadaan yang menyulitkan diri atau orang lain, dibolehkan melakukan hal-hal terlarang untuk menghilangkan kemadharatan tersebut, seperti disebutkan “Kemudharatan membolehkan (seseorang melakukan) hal-hal yang terlarang.” Kemudaharatan atau keadaan darurat adalah kekhawatiran akan adanya kerusakan jiwa atau sebagian anggota badan baik secara menyakinkan atau dugaan. Wallahu a’lam (*)