Di sisi lain, upaya praperadilan yang diajukan oleh Ernawati dan Ahimsa Said ditengarai hanya upaya keduanya untuk menghindari proses penyidikan oleh pihak kepolisian. Hal tersebut juga dikuatkan dengan surat penasehat hukum Ernawati dan Ahimsa Said ke penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditkrimum) Polda Sulsel yang meminta penangguhan pemeriksaan kedua tersangka untuk tahap penyidikan.
Sebelumnya, terkait dengan perkara ini Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Bosowa Makassar, Prof Dr Marwan Mas mengatakan, seorang yang disangka melanggar Pasal 263 KUHPidana atau terancam pidana 6 tahun penjara, maka bisa dilakukan penahanan dalam masa proses penyidikan, apalagi kalau keduanya melakukan perlawanan hukum dan tidak kooperatif.
“Kalau Polda ingin lebih efektif proses penyidikannya, apalagi sudah dua kali tersangka dipanggil untuk diperiksa, tetapi tidak dipenuhi sehingga sudah ada dasar hukum bagi Polda untuk melakukan penahanan terhadap tersangka,” ucap Prof Marwan Mas dimintai tanggapannya via pesan singkat Whatsapp, Selasa 7 Juni 2022 lalu.
Sementara itu, Pengamat Hukum UMI Makassar, Prof Dr Hambali Thalib mengatakan, penahanan seorang tersangka bisa dilakukan apabila ancaman pidananya minimal 5 tahun.
Adapun pasal yang disangkakan terhadap kedua tersangka yakni pasal 263 ayat 1 dan 2 KUHPidana Subsider 264 ayat 1 dan 2 Jo. Pasal 55 dan 56 KUHPidana dengan ancaman 6 tahun penjara.
“Untuk kasus ini yakni pemalsuan ancaman pidananya di atas lima tahun atau enam tahun. Kalau ancaman di atas lima tahun maka berarti dia memenuhi syarat untuk ditahan oleh penyidik,” ujar Prof Hambali Thalib.