Demikianlah benda-benda arajang kerajaan ini dijaga dan dilindungi dengan sangat ketat, dan harus tetap berada di tempatnya dalam perlindungan para Bissu, yang dulu merupakan pembantu raja, di bidang spiritual. Sekarang ini, kerajaan-kerajaan telah melebur dengan NKRI maka fungsi raja kini telah beralih ke Bupati. Karena itulah, ketika Saoraja peninggalan Andi Mappanyukki telah diubah menjadi muzium oleh Pangdam Mayjend Andi Muhammad sebagai pewaris tahta kerajaan Bone-Gowa, hanya duplikatnya yang bisa diserahkan, aslinya harus tetap berada di tempat semula, dan di bawah perlindungan para Bissu.
****
Andi Mappanyukki, adalah raja sekaligus tokoh kharismatik yang sangat berpengaruh di Sulselbar. Ia melakukan perlawanan habis-habisan terhadap Belanda, hingga diasingkan di beberapa daerah. Di dalam darahnya mengalir darah kebangsawanan yang nyaris sempurna. Ayah Andi Mappanyukki adalah Raja Gowa XXXIV yaitu I Makkulau Daeng Serang Karaeng Lembang Parang Sultan Husain Tu Illang ri Bunduqna. Ibunya adalah I Cellaq We Tenripadang Arung Alitta, puteri tertua dari raja Bone yang ke-27, La Parenrengi Arung Pugi Sultan Ahmad Muhiddin, dengan istrinya raja Bone yang ke-28 We Tenriawaru Pancaitana Besseq Kajuara, yang bergelar Sultanah Sitti Aisyah Ummul Hadi Ilal Hadiah, Matinroe ri Majennang.
La Parenrengi raja Bone yang ke-27 dikenal sebagai raja yang sangat anti Belanda, sehingga ketika beliau wafat, Belanda memilih istrinya Besseq Kajuara sebagai penggantinya menjadi Mangkau Bone yang ke-28. Pengangkatan Besseq Kajuara ini, karena Belanda mengharapkan dia bisa diatur dan dikendalikan, yang menurut persepsinya wanita lebih lembut dan keibuan.