English English Indonesian Indonesian
oleh

Di Mana Ada Kekuasaan, di Situ Ada Keberpihakan

Dimulai dari pergeseran peran yang dialami dari masuknya Islam, kemudian pascakemerdekaan hingga hari ini, sedikit demi sedikit peran Bissu telah “dihilangkan”. Ironinya adalah pada masa yang akan datang mungkin Bissu tak lagi bisa ditemui karena Bissu telah di ambang kehilangan.

Dalam ranah, “pertarungan” sosial selalu terjadi, siapa saja yang memiliki modal dan habitus yang sama dengan kebanyakan individu, akan lebih mampu melakukan tindakan mempertahankan diri dibanding mereka yang tidak memiliki modal. Baik itu modal ekonomi, kultural, sosial, dan modal simbolik.

Saya pun mengklasifikasikan beragam modal yang dimiliki Bissu dengan memakai rumus generatif Pierre Bourdieou mengenai praktik sosial dengan persamaan (Habitus x Modal) = Ranah = Praktik. Melihat beragam potensi yang dimiliki Bissu dalam hal ini adalah modal ekonomi, sosial, budaya, dan simbolik akan membuat mereka bertahan dan unggul dalam arena yang mereka kuasai. Relasi yang mendukung akan menghasilkan praktik-praktik kehidupan yang saling menguntungkan satu sama lain.

Secara ringkas, Bissu memliki modal sosial sebagai pemimpin ritual keagamaan, dan hajatan dalam masyarakat, mereka juga berperan sebagai penjaga benda pusaka. Modal simbolik Bissu adalah Bola Arajang, benda pusaka, gelar pendeta Bugis kuno atau orang suci yang pernah melekat pada Bissu. Modal kultural yang dimiliki Bissu adalah paddissengeng (pengetahuan) mengenai sejarah Bugis terdahulu, kemampuan melafalkan bahasa torilangi, pappaseng toriolo (pesan-pesan terdahulu),yang diterapkan oleh nenek moyang kita dan diteruskan kepada generasinya sebagai pedoman hidup. 

News Feed