Oleh: Marsuki
(Guru Besar FEB Unhas)
Di tengah kembali tidak menentunya arah perkembangan pandemi Covid-19, tiba-tiba menyeruak fenomena minyak goreng (migor) langka. Ini menjadi perdebatan yang membingungkan.
Dari pihak yang pro secara mudah menguraikan sebabnya. Salah satu yang disalahkan sebagai dampak negatif perang yang berkecamuk akibat serangan Rusia ke Ukraina. Padahal sebenarnya fenomena migor langka ini sebelum ada perang sudah terasa.
Pihak strategis terkait, Kemendag berupaya menelusuri penyebab utamanya, karena menurutnya ketersediaan minyak goreng dari produksi yang dihasilkan industri migor berjalan seperti biasa.
Jadi diasumsi bahwa stok minyak goreng yang tersedia sesuai pengetahuan pemerintah dianggap cukup, bahkan melimpah sebagai hasil dari penerapan kebijakan DMO (domestic market obligation) dan DPO (domestic price obligation).
Tapi faktanya, migor langka dimana mana, sehingga menimbulkan fenomena, panic buying di masyarakat, terutama kelompok menengah ke bawah yang sangat membutuhkan untuk memenuhi kebutuhan bisnis kecil-menengah dan konsumsi mereka.
Pemerintah mencoba menguraikan kemungkinan penyebab fenomena langkanya migor di pasaran tersebut. Di antaranya, dianggap sebagai adanya kebocoran dari sisi industri yang menjual dengan harga tidak sesuai harga patokan pemerintah.
Sebagai akibat permintaan dan harga internasional yang tinggi. Kemudian selanjutnya menyebabkan praktik penyelundupan dari sejumlah oknum pun meningkat. Akibatnya, ketersediaan migor dalam negeri bermasalah.