Air Mata pun Tetap Mengalir
HALAMAN SDN 4 Kesu, Toraja Utara, pada pagi itu tidak seperti biasanya. Lapangan upacara tiba-tiba “jadi panggung” pertunjukan. Kepala Sekolah (Kasek), Samuel membuat parodi.
Seorang guru memanggul satu tandang pisang. Sebagian pisang itu sudah kuning. Beberapa sisir lainnya masih mengkal. Ia pun memikulnya sambil berjalan pincang. Layaknya membawa beban berat.
Di depan guru itu, Kasek, Samuel memikul boks, komputer, galon mini, dan jeriken. Mereka berjalan keluar lokasi sekolah. Guru lainnya mengabadikan lewat gawai. Jadilah video berdurasi 45 detik.
Mengapa parodi itu dibuat? “Saya sengaja membuatnya (parodi, red) agar acara perpisahan ini tidak diwarnai kesedihan. Toh, kita itu guru, sudah siap ditempatkan di mana saja. Saya ingin menunjukkan kepada guru-guru dan anak murid saya, bahwa mutasi hanyalah bahwa kita berbeda tempat (sekolah),” kata Samuel.
Samuel berupaya menyembunyikan kesedihan saat meninggalkan sekolah yang dia cintai itu. Kepala sekolah itu tak ingin melihat anak didiknya ikut sedih, juga guru-guru. Namun, tetap saja kesedihan itu menyeruak. Guru-guru saling merangkul. Saling peluk. Isak tangis pun tak sanggup dibendung.
“Pak…, bagaimana kesedihan ini bisa dibendung. Pak Samuel bukan saja orangnya baik, melainkan juga berprestasi,tapi kok didepak jadi guru biasa. Bayangkan saja, Pak Samuel sudah mengabdi sebagai Kepala SDN 4 Kesu kurang lebih tiga tahun. Selama pengabdiannya, Beliau berhasil menyulap sekolah yang dahulunya kumuh beralaskan tanah menjadi cantik dan bersih. Tak hanya itu, dari usahanya, SDN 4 Kesu memiliki akreditasi A plus. Sertifikat itu dari Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah (BAN SM), kata salah seorang guru SDN 4 Kesu.