Salah seorang penambak yang telah lama menekuni usaha tersebut, H. Siala, mengatakan, ia bersama putranya Muchtar yang sebelumnya menempuh pendidikan di Kalimantan tanpa pengalaman dalam dunia tambak, memutuskan kembali ke kampung halaman untuk membantu usaha keluarga.
“Saya belajar bahwa tambak udang bukan hanya soal teknis, tetapi soal membangun kepercayaan dan kerja sama erat dengan tim di lapangan,” ujarnya.
Kemitraan mereka dengan Aquarev mulai menunjukkan hasil nyata. Di Pasangkayu, tambak keluarga ini sedang menjalani siklus panen pertama dan telah melakukan panen parsial sebanyak lima kali sejak April 2025.
“Ini dengan rata-rata produktivitas sebanyak 38,5 ton per hektare. Hingga akhir Juli, tambak tersebut diproyeksikan akan menghasilkan lebih dari 43 ton udang,” ucapnya.
Tak hanya dari sisi produksi, para petambak juga merasakan dampak positif dari sisi pemasaran. Dengan dukungan Aquarev, mereka tidak perlu lagi khawatir mencari pembeli saat panen.
“Karena kualitas udangnya tinggi dan terjaga, harga yang diterima pun lebih kompetitif dibanding sebelumnya,” ucapnya.
Sejumlah inisiatif juga sedang dijalankan untuk memperkuat dampak keberlanjutan di lapangan. Di antaranya adalah program sertifikasi Aquaculture Stewardship Council (ASC) untuk memastikan praktik budidaya yang bertanggung jawab secara lingkungan dan sosial. (wis)