FAJAR, MAKASSAR— Hari itu, Sabtu malam di Bandara Internasional Sultan Hasanuddin, tiga anak muda bergegas membawa koper dan sarung tinju mereka. Mereka berangkat hendak mengejar mimpi: membela Indonesia di SEA Games 2025 di Thailand. Namun tidak seperti atlet-atlet lain yang biasanya berangkat dengan dukungan dan kebanggaan membawa nama besar daerah, langkah mereka justru ditemani rasa getir. Mereka berangkat dengan biaya sendiri, tanpa sepeser pun dukungan dari Pemerintah Daerah.
Tiga petinju itu adalah Yosua Holy Masihor, Muh Ricky Pratama Syam, dan Andini. Mereka membawa reputasi, medali, dan harapan. Tapi juga, kekecewaan.
Dari Emas ke Mandiri
Yosua Holy Masihor, atau akrab disapa Holy, bukan nama baru di dunia tinju amatir. Medali emas yang ia raih di PON XXI Aceh-Sumut 2024 menjadi bukti sahih kemampuannya di ring. Sementara Ricky, pemuda pendiam yang juga petinju tangguh, mengantongi medali perunggu di ajang yang sama. Sedangkan Andini, satu-satunya perempuan di rombongan ini, adalah harapan Sulsel di kelas putri. Di usianya yang baru menginjak 20 tahun, ia telah berkeliling Indonesia, bertarung dan membawa pulang medali dari berbagai kejuaraan nasional.
Namun prestasi itu tak cukup menjadi alasan bagi pemerintah daerah untuk membuka dompet. Ketua Pengprov Pertina Sulsel, Harpen Reza Ali, mengungkapkan bahwa rencana awal mereka adalah mengirimkan enam petinju. Atlet elite yang telah terbukti di berbagai kejuaraan. Tetapi impian itu harus dipangkas setengahnya.