English English Indonesian Indonesian
oleh

Peneliti Australia Telusuri Jejak Hubungan Budaya Makassar–Aborigin di Bulukumba

FAJAR, BULUKUMBA – Rombongan dari Indigenous Knowledge Institute – University of Melbourne, bersama sejumlah seniman Aborigin dan peneliti dari MAREGE Institute, melakukan kunjungan budaya ke Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan.

Dalam kunjungan tersebut, mereka menyambangi dua lokasi penting, yakni Tanah Beru di Kecamatan Bontobahari dan Kawasan Adat Ammatoa Kajang. Rombongan juga diterima langsung oleh Bupati Bulukumba, Andi Muchtar Ali Yusuf, di Gedung Pinisi, Kamis, 17 Juli 2025.

Kegiatan ini merupakan bagian dari program bertajuk Gema dan Gelombang di Laut Arafura: Program Budaya tentang Pengetahuan Tradisi antara Indonesia dan Australia, yang didukung oleh Department of Foreign Affairs and Trade (DFAT) Australia. Tujuannya adalah menelusuri jejak hubungan sosial dan budaya antara masyarakat Bulukumba dan suku Aborigin di Australia pada masa lampau.

Direktur MAREGE Institute, Nurabdiansyah, menjelaskan bahwa kegiatan ini terselenggara berkat kerja sama antara Indigenous Knowledge Institute, Fakultas Seni dan Desain Universitas Negeri Makassar (FSD UNM), dan MAREGE Institute.

“Selain berdialog budaya, rombongan juga melakukan observasi langsung terhadap kebudayaan lokal di Bulukumba, yang menunjukkan kemiripan dengan budaya masyarakat Aborigin,” ungkap Nurabdiansyah.

Salah satu titik fokus kajian adalah keberadaan perahu tradisional Padewakkang yang masih dibuat di Bulukumba. Perahu ini sangat dikenal oleh masyarakat Aborigin karena pada masa lampau, ratusan Padewakkang pernah berlayar ke wilayah Australia, tempat tinggal suku Aborigin.

Melalui program ini, pihak penyelenggara berencana menyusun database pengetahuan dan kearifan lokal yang dapat diakses bersama oleh masyarakat Indonesia dan Australia.

“Di Australia, kisah ‘Jalur Teripang’ yang menghubungkan masyarakat Indonesia dan Aborigin secara turun-temurun sudah menjadi bagian dari materi pembelajaran di sekolah. Sementara di Indonesia, sejarah ini nyaris tidak dikenal dalam kurikulum pendidikan kita,” ujarnya.

Program ini akan berfokus pada pengumpulan data sejarah dan tradisi pelaut Makassar, yang dikenal sebagai pencari teripang dan telah menjalin kontak dengan suku Aborigin jauh sebelum kedatangan bangsa Eropa.

Bupati Bulukumba, Andi Muchtar Ali Yusuf, menyambut hangat kedatangan para peneliti dan menyatakan bahwa suku Bugis-Makassar telah lama dikenal sebagai pelaut ulung.

“Tidak hanya pandai melaut, masyarakat Bulukumba juga mewarisi tradisi pembuatan perahu dari generasi ke generasi, mulai dari Padewakkang hingga Pinisi yang masih lestari hingga kini,” ujarnya.

Menurut Andi Utta — sapaan akrab bupati — pada masa lalu belum dikenal batas wilayah negara seperti sekarang, sehingga pelaut Bugis-Makassar yang mencari teripang tidak menyadari bahwa mereka telah memasuki perairan Australia.

“Dulu belum ada GPS atau batas teritorial. Mereka bisa berlayar bebas ke mana saja. Jalur teripang akhirnya terputus setelah hadirnya batas wilayah antarnegara,” tambahnya.

Ia pun mengapresiasi inisiatif para peneliti Australia yang ingin menelusuri dan merekonstruksi kembali jejak budaya bersama antara suku Bugis-Makassar dan suku Aborigin.

Usai pertemuan, rombongan menyempatkan diri menaiki replika kapal Pinisi yang berada di top floor Gedung Pinisi untuk mengabadikan momen melalui foto dan video.

Kegiatan ini diharapkan menjadi jembatan penguatan hubungan budaya dan sejarah antara dua bangsa yang telah lama terhubung melalui laut Arafura. (Fad)

News Feed