FAJAR, JAKARTA – Skandal besar mengintai tata niaga beras nasional. Anggota Komisi IV DPR RI, Riyono Caping, mengungkap bahwa sebanyak 212 perusahaan diduga terlibat dalam praktik pengoplosan beras yang kini merebak di berbagai pasar Indonesia. Praktik curang ini bukan sekadar manipulasi kemasan, tapi pengkhianatan terhadap kepercayaan konsumen dan perjuangan petani lokal.
“Jika dihitung secara kasar, dengan kerugian Rp5.000 per kilogram, potensi beras oplosan yang beredar bisa mencapai 700.000 ton. Padahal kebutuhan nasional per bulan sekitar 2,6 juta ton. Artinya, hampir 25 persen beras di pasaran patut dicurigai sebagai oplosan,” kata Riyono, Senin (14 Juli 2025).
Dari Petani ke Pasar, Rantai yang Patah
Riyono yang juga Ketua DPP PKS Bidang Petani, Peternak, dan Nelayan, menegaskan bahwa beras petani lokal sebenarnya sudah memiliki kualitas tinggi. Namun, sistem tata kelola yang lemah membuat jerih payah petani terpinggirkan.
“Ini bukan hanya penipuan kepada konsumen, tapi juga pengkhianatan terhadap petani. Mereka sudah berhasil meningkatkan produksi musim ini, tapi malah dicederai oleh praktik oplosan,” tegasnya.
Menurutnya, harga yang baik untuk Gabah Kering Panen (GKP) dan Gabah Kering Giling (GKG) seharusnya menjadi bentuk penghargaan negara kepada petani. “Namun kenyataannya, harga bagus justru dimanipulasi lewat permainan label dan oplosan,” lanjutnya.
Negara Absen, Pasar Dikuasai Swasta
Lebih dari 94 persen beras yang beredar setiap bulan, ungkap Riyono, tidak berada di bawah kendali negara. Hanya sekitar 100 ribu ton dari total 2,5 juta ton yang dikendalikan oleh Bulog.