BULAN Muharram menjadi momentum penting bagi umat Islam. Pada tanggal 10 Muharram, yang dikenal sebagai Hari Asyura, umat dianjurkan menjalankan puasa sunnah yang memiliki banyak keutamaan, terutama dalam menghapus dosa setahun sebelumnya.
Puasa Asyura menjadi salah satu ibadah yang sangat dianjurkan Rasulullah SAW. Namun, kesuksesan ibadah ini tak terlepas dari niat yang ikhlas. “Setiap amalan tergantung pada niatnya,” demikian sabda Rasulullah yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim. Oleh karena itu, niat puasa menjadi syarat utama agar puasa ini sah dan bernilai di sisi Allah SWT.
Lafal niat yang umum digunakan adalah Nawaitu shauma yaumal ‘Asyura sunnatan lillahi ta’ala yang berarti “Saya niat berpuasa pada hari Asyura sebagai sunnah karena Allah Ta’ala.” Niat ini biasanya dilafalkan pada malam sebelum puasa atau sebelum waktu Dzuhur pada pagi harinya.
Keutamaan puasa Asyura tercermin dari hadis riwayat Muslim yang menyebutkan bahwa puasa pada hari ini mampu menghapus dosa-dosa kecil selama setahun sebelumnya. Selain sebagai bentuk ketaatan, puasa ini juga menjadi sarana refleksi spiritual untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Dalam tradisi Indonesia, niat puasa Asyura kerap diajarkan dalam pengajian menjelang 10 Muharram agar umat semakin memahami makna ibadah tersebut dan menjalaninya dengan penuh kesadaran.
Lebih lanjut, Rasulullah SAW juga menganjurkan puasa pada tanggal 9 dan 10 Muharram, yang dikenal sebagai puasa Tasu’a dan Asyura. Hal ini untuk membedakan umat Islam dari tradisi puasa umat Yahudi, sekaligus menguatkan keimanan.