Dari ayat tersebut kita diminta memahami dan menggunakan akal untuk mengambil pelajaran dari apa yang kita saksikan di muka bumi ini. Rasulullah saw. sendiri dikenal sebagai koomunikator yang lembut dan argumentatif. Beliau tidak pernah memaksakan kehendak, tetapi berdialog dengan hikmah.
Sudah saatnya kita menyadari bahwa pendidikan karakter bukan lagi hanya menyoal sopan santun, tetapi juga soal kecakapan berpikir. Jika pendidikan formal yang ada saat ini belum mendukung hal ini di dalam kurikulum, mari kita ajarkan anak-anak kita untuk menyampaikan pendapat dengan runut, tidak asal menyanggah tanpa dasar, dan juga tidak cepat membagikan informasi yang belum pasti. Mari kita mulai dari rumah. Membudayakan diskusi yang sehat dan terbuka. Mari kita bangun budaya berpikir sehat, dimulai dari hal yang kecil.
Saring sebelum sharing, pikir sebelum berkomentar. Jangan sampai ketikan yang menjadi suara kita di media sosial menambah kegaduhan yang tidak berarah. Di era digital ini, semua orang mudah bersuara.Seni berargumen bukan sekadar kemampuan intelektual, tapi juga bagian dari pikiran mulia yang mencerminkan akal dan bahkan iman kita. Bersuaralah dengan ilmu, logika, dan akhlak. (*)