Tiga dokumen tersebut diduga tidak benar. Alasannya, sudah ada klarifikasi dan bantahan tertulis dari Badan Pertanahan Nasional dan Balai Harta Peninggalan Makassar.
“Jika Pak Polisi masih punya hati nurani, tolong lindungi kami warga kecil,” kata warga yang mengikuti unjuk rasa.
Setelah menggelar unjuk rasa dan menyampaikan surat tuntutan secara tertulis, ratusan warga melanjutkan aksi di Pengadilan Tinggi Makassar.
Bakar Keranda Hitam dan Ban Bekas
Di depan Kantor Pengadilan Tinggi Makassar, ratusan warga membakar ban bekas dan menutup satu ruas jalan Urip Sumoharjo, Makassar.
Warga kembali berorasi dan menuntut hakim Pengadilan Tinggi Makassar yang membuat putusan bertanggung jawab atas putusan yang dinilai banyak kejanggalan.
Salah satunya bukti Eigendom Verponding yang sejak tahun 1980 sudah tidak diakui sebagai bukti kepemilikan.
“Tapi kenapa di Tahun 2025 ini masih diakui oleh hakim Pengadilan Tinggi,” kata Sadaruddin, Ketua Forum Warga.
Tidak hanya masa berlaku dokumen yang sudah puluhan tahun kedaluwarsa, dokumen tersebut pun diragukan keabsahannya. Makanya sudah dilaporkan ke Polrestabes Makassar untuk diuji keasliannya.
Usai berorasi dan bertemu perwakilan Pengadilan Tinggi Makassar, warga membakar keranda hitam sebagai simbol matinya keadilan.
Warga berjanji akan terus mengawal kasus dugaan mafia tanah dan mafia peradilan di Kota Makasssar.
“Karena hari ini kami jadi korban, besok anak cucu kami yang jadi korban selanjutnya,” tegas Sadaruddin.
Salah satu pensiunan pegawai Pemprov Sulsel yang mengikuti unjuk rasa mengatakan, masih banyak lahan peninggalan Belanda di Kota Makassar.