English English Indonesian Indonesian
oleh

Mengapa Renminbi China Sulit Menggerus Dominasi Dolar AS?

Oleh: Muhammad Syarkawi Rauf (Chairman Asean Competition Institute – ACI/ Ketua KPPU RI 2015 – 2018)

FAJAR, MAKASSAR – Trade War 2.0 menyebabkan turbulensi dalam perekonomian global. Hal ini membuat investor portofolio bersikap risk averse dengan mengalihkan investasinya ke instrumen investasi safe haven (berisiko rendah). Dalam hal ini dolar Amerika Serikat (AS) dan surat utang pemerintah AS dengan jangka waktu jatuh tempo 10 tahun.

Trade War 2.0 membuat posisi dolar AS sebagai mata uang safe haven dipertanyatakan. Keraguan ini muncul akibat indeks nilai tukar dolar AS menurun dari 104,2 pada 2 April 2025 menjadi 103,2 pada 4 April 2025. Padahal, sebagai safe haven asset, indeks dan kurs dolar AS seharusnya menguat pada saat terjadinya turbulensi.

Demikian juga dengan imbal hasil obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun mengalami penurunan, yaitu dari 4,17 persen pada 2 April 2025 menjadi 3,96 persen pada 4 April 2025. Lalu imbal hasilnya naik menjadi 4,34 persen pada 9 April 2025 setelah penundaan pemberlakuan tarif yang seharusnya turun pada periode turbulensi.

Memudarnya peran dolar AS juga tercermin pada proporsi kepemilikan asing dalam obligasi pemerintah AS, yaitu dari sekitar 50 persen pada tahun 2008 menjadi hanya 30 persen pada tahun 2025.

Tantangan Renminbi

Memudarnya peran dolar AS sebagai cadangan devisa global, alat transaksi perdagangan internasional, dan porsinya dalam transaksi valuta asing over-the-counter tidak otomatis membuat Renminbi (RMB) dominan. Hingga saat ini, cadangan devisa bank sentral global dalam dolar AS sekitar 58 persen dan transaksi over-the-counter sebesar 88 persen.

News Feed