Aidir Amin Daud
Akan banyak lagi koperasi di negara ini. Terutama koperasi yang dibentuk di desa-desa. Akhir pekan lalu, Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi datang khusus ke Makassar untuk keperluan itu. Sebagaimana yang diberikan Menteri Budi mendorong pemerintah daerah Sulawesi Selatan untuk mempercepat pembentukan sekitar 2.200 Koperasi Desa Merah Putih. Harapan idealnya — koperasi tersebut dapat memperkuat ekonomi desa dan mengatasi kemiskinan. Sesuatu yang begitu terdengar baik dan harus didukung. Koperasi pada dasarnya memang lembaga bersama yang diharapkan tidak sekadar mencari untung bagi pribadi seperti badan usaha swasta tetapi lebih diharapkan bisa makin menghidupkan ekonomi di desa dan makin memperkaya modal usaha dari koperasi itu sendiri.
Pemda Sulsel sendiri dalam Rakorda Percepatan Pembentukan Koperasi Merah Putih Sulsel dengan tema “Dukungan Desa Bersatu terhadap Pembentukan Koperasi Desa untuk Percepatan Pembangunan Desa” — menyatakan komitmennya dalam percepatan pembentukan Koperasi Merah Putih secara serentak di seluruh desa dan kelurahan di Sulsel. Koperasi Merah Putih diharapkan menjadi pilar kebangkitan desa dan bukan cuma untuk Sulawesi Selatan tetapi berkontribusi mewujudkan Indonesia Emas 2045. Komitmen Pemda Sulsel ini sejalan dengan Instruksi Presiden Prabowo Subianto terkait percepatan pembentukan Koperasi Merah Putih di Indonesia. Koperasi Merah Putih merupakan program nasional yang digagas Presiden Prabowo Subianto untuk memperkuat ekonomi desa dan mengatasi kemiskinan struktural melalui pembentukan koperasi di tingkat desa/kelurahan. Program ini ditetapkan melalui Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2025 tentang Percepatan Pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih.
**
Kita mungkin belum sama memahami baik bagaimana koperasi desa ini akan dimodali. Namun, dengan jumlah desa di seluruh Indonesia yang mencapai angka 80.000 desa, bukanlah sebuah jumlah yang kecil. Jika satu koperasi akan dimodali dengan angka Rp5 miliar rupiah, maka diperlukan dana sebesar Rp400 triliun. Bukan jumlah yang kecil, di tengah berbagai tekanan isu ekonomi dan beban APBN kita. Apakah dana modal koperasi ini akan diambil dari ‘dana desa’ yang digunakan membangun desa selama ini?
Kalau melihat latar belakang gagasan ini — yang katanya pernah disampaikan oleh Prof Sumitro Djoyohadikusumo, Ayahanda Presiden Prabowo — maka ide ini sebenarnya adalah ketulusan untuk membagi dana negara kepada kehidupan masyarakat bawah. Prof Sumitro pada 15 Desember 1996 selaku Ketua Umum Induk Koperasi Pegawai Republik Indonesia, menyatakan sudah saatnya negara menyisihkan dividen dari BUMN untuk memodali koperasi. Sebuah idea yang mulia tetapi tidak pernah direalisir oleh para pemangku kebijakan selama ini.
Seusai bertemu Presiden Prabowo — Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi mengatakan Koperasi Desa Merah Putih dirancang sebagai solusi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan mengatasi persoalan ekonomi perdesaan. “Koperasi ini untuk memutus rentenir, tengkulak, dan pinjaman online yang menjerat dan menjadi sumber kemiskinan di desa,” ujar Budi Arie saat itu.
**
Gagasan Koperasi Desa Merah Putih sudah bergulir dengan cepat dan mungkin akan mencapai angka 80 ribu lebih saat diresmikan pada hari Koperasi Nasional 12 Juli 2025. Namun memang selalu menjadi pertanyaan apakah dana akan tersedia dengan baik? Apakah dana desa yang selama ini digunakan membangun desa tetap menjadi ‘dana pembangunan’. Bagaimana dengan cerita kegagalan Koperasi Unit Desa (KUD) di masa lalu? Apakah sudah dipahami hambatan masalahnya, agar kegagalan KUD tidak menulari Koperasi Merah Putih? Bagaimana dengan kecurigaan banyak pengamat bahwa pembentukan Koperasi Merah Putih bahwa terlalu dikerubuti banyak kepentingan politik? Bagaimana untuk mencegah terjadi ya penyelewengan oleh oknum yang memanfaatkan kelengahan pemerintah untuk melakukan pengawasan atas begitu banyaknya koperasi ini? ***