Oleh Aswar Hasan
Setidaknya, ada 3 hal yang tidak bisa dilupakan begitu saja pada mendiang A Amiruddin, yaitu; ketauladan sikap, pemikiran yang visioner, dan legacy fisikal. Salah satu yang menjadi pemikiran visioner pada zaman itu terkenal dengan istilah Tri Konsep Pembangunan Sulsel yaitu; perubahan pola pikir, pewilayahan komoditas, dan petik-olah jual. Saat itu banyak yang skeptis dengan ide dan gagasan tersebut, terutama pada konsep perubahan pola pikir yang oleh banyak orang sebagai konsep yang mustahil, karena menganggap sudah mentradisi dan budaya yang sulit untuk diubah.
Namun, atas konsep perubahan pola pikir tersebut, A Amiruddin tetap bergeming. Perubahan pola pikir memang tidak mudah seperti membalik telapak tangan. Setidaknya dibutuhkan satu generasi. Sayangnya konsep yang visioner tersebut tidak berkesinambungan oleh gubernur selanjutnya hingga saat ini. Seyogyanya konsep perubahan pola pikir tersebut, terjabarkan dalam gerakan kebudayaan dan pendidikan namun tidak terjabarkan dalam gerakan tersebut oleh generasi seterusnya.
Perubahan pola pikir (mindset) suatu masyarakat sangat penting jika ingin mencapai kemajuan karena pola pikir menentukan cara masyarakat melihat dunia, dan merespons perubahan, dalam mengambil keputusan. Setidaknya ada 5 alasan mengapa perubahan pola pikir menjadi kunci utama untuk kemajuan, adalah; Pertama untuk mengubah cara pandang terhadap kemajuan. Masyarakat dengan pola pikir yang terbuka akan lebih siap menerima inovasi, teknologi, dan pembaruan dalam berbagai bidang. Mereka tidak terpaku pada cara-cara lama, tapi mau belajar dan beradaptasi.
Kedua, untuk mendorong etos kerja dan disiplin. Pola pikir yang maju menumbuhkan nilai kerja keras, tanggung jawab, dan kedisiplinan. Ini sangat penting untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing masyarakat secara keseluruhan. Sebagaimana dicontohkan oleh A Amiruddin.
Ketiga, guna mengurangi ketergantungan dan meningkatkan kemandirian. Pola pikir yang progresif mendorong masyarakat untuk mandiri, tidak pasif menunggu bantuan, tetapi aktif mencari solusi dan menciptakan peluang.
Keempat, menolak korupsi dan perilaku tidak etis yang memalukan. Pola pikir yang sehat dan beretika membuat masyarakat lebih peka terhadap ketidakadilan, korupsi, dan penyalahgunaan kekuasaan. Mereka akan lebih mendorong transparansi dan akuntabilitas.
Kelima, meningkatkan kualitas demokrasi dan tangguh jawab serta warga. Dengan pola pikir kritis dan sadar akan hak serta kewajiban, masyarakat akan lebih aktif dalam kehidupan pembangunan negara.
Tanpa perubahan pola pikir, pembangunan fisik dan kebijakan sebaik apa pun tidak akan optimal. Karena kemajuan sejati dimulai dari cara masyarakat berpikir, bersikap, dan bertindak. Sementara itu, legacy pembangunan fisik beliau adalah gedung gubernuran dan kampus Unhas yang berdiri kokoh dan dinikmati hingga sekarang.
Soal ketauladanan sangat sulit mencari tandingannya hingga saat ini. Dalam diri sosok A Amiruddin sangat kental filosofi hidup satunya kata dan perbuatan (seddi ada na gau) dan jika sudah mencanangkan sesuatu pantang surut mundur sebelum terlaksana. Disitulah makna dari praktik pepatah Bugis Makassar: “Sekali Layar Terkembang, Pantang Biduk Surut Ke Pantai”.
Saya sungguh beruntung mendapat undangan untuk menghadiri peluncuran edisi revisi buku A AMIRUDDIN NAKHODA DARI TIMUR tersebut yang ditulis oleh Aktivis (tokoh Unhas) M Dahlan Abubakar, Rudy Harahap, SM Noor, Baso Amir, dan Ridwan Effendy. Keempatnya saya kenal dengan baik, 2 diantaranya sudah dipanggil oleh Yang Kuasa ( Rudy dan Ridwan).
Sayangnya, saya tak sempat hadir pada acara peluncuran dan diskusi buku tersebut karena masih di kursi roda pasca serangan stroke berulang. Tapi, masih beruntung karena mendapatkan kiriman bukunya dari Mahfud Sappe salah seorang penggagas peluncuran dan diskusi buku tersebut. Saya bangga sebagai orang Sulsel yang pernah dipimpin oleh A Amiruddin. Wallahu a’lam bisawwabe. (*/)