FAJAR, JAKARTA – Transportasi umum berbasis bus yang menghubungkan kawasan Bodetabek dengan Jakarta kini semakin menunjukkan peran strategisnya dalam mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap kendaraan pribadi. Kehadiran Transjabodetabek tidak hanya menjadi solusi kemacetan, tetapi juga membuka akses mobilitas yang lebih murah dan efisien.
Berdasarkan Evaluasi Rencana Induk Transportasi Jabodetabek (RITJ) 2023 yang dilakukan Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ), cakupan layanan angkutan umum perkotaan terhadap panjang jalan di Jabodetabek telah mencapai 54,30 persen dari total panjang jalan 16.799,13 km.
Analisis ini dilakukan dengan memetakan seluruh trayek angkutan umum, termasuk Transjabodetabek, JA Connection, JR Connection, Transjakarta, Angkutan Kota, serta BRT/BTS, secara spasial untuk menghindari perhitungan ganda pada trayek yang saling beririsan.
Cakupan layanan angkutan umum bervariasi di tiap wilayah. Jakarta Timur mencatat cakupan tertinggi dengan 82,41 persen dari total panjang jalan 1.571,41 km yang dilayani 1.294,99 km trayek angkutan umum.
Disusul Jakarta Barat dengan 67,13 persen (1.211,43 km jalan, 813,18 km trayek), Jakarta Selatan 56,60 persen (2.028,71 km jalan, 1.148,15 km trayek), dan Jakarta Pusat 43,57 persen (1.262,58 km jalan, 550,08 km trayek). Wilayah dengan cakupan paling rendah adalah Kota Depok yang baru mencapai 20,06 persen dari panjang jalan 2.020,98 km dan trayek sepanjang 405,45 km.
Kawasan penyangga seperti Kabupaten Bogor memiliki cakupan 66,43 persen dengan panjang jalan 2.004,08 km dan trayek 1.331,21 km. Sementara Kota Bogor 40,66 persen (893,29 km jalan, 363,19 km trayek), Kabupaten Bekasi 72,16 persen (1.064,28 km jalan, 767,96 km trayek), dan Kota Bekasi mencatat cakupan sangat tinggi yakni 132,27 persen dari panjang jalan 372,04 km karena memiliki trayek 492,08 km. Kota Tangerang bahkan memiliki cakupan 147,60 persen dari panjang jalan 334,22 km dengan trayek 493,29 km.
Dari sisi kecepatan, Transjakarta yang sudah memiliki jalur khusus dapat melaju rata-rata 21,25 km per jam, lebih cepat dibanding kendaraan umum biasa yang hanya sekitar 15 km per jam saat jam sibuk.
Transjabodetabek, JA Connection, dan JR Connection yang melalui jalan tol bahkan mampu mencapai kecepatan lebih dari 25 km per jam. JA Connection menjadi yang tercepat dengan 31,09 km per jam, disusul JR Connection 27,18 km per jam dan Transjabodetabek 26,90 km per jam.
Moda lokal seperti Trans Patriot di Bekasi rata-rata 23,25 km per jam, Trans Tayo di Tangerang 26,30 km per jam, dan Trans Pakua di Bogor hanya 15,30 km per jam.
Angkutan kota atau MPU yang masih mendominasi Jabodetabek mencatat kecepatan rata-rata 17,36 km per jam. Secara keseluruhan, rata-rata kecepatan angkutan umum di Jabodetabek berada di angka 23,61 km per jam.
BPTJ dalam suratnya pada Maret lalu telah menyetujui penambahan lima dari enam rute Transjabodetabek yang diusulkan, yakni PIK 2–Pluit, PIK 2–Jembatan Baru, Kota Wisata–Cawang via Jatiasih, Alam Sutera–Blok M, dan Binong–Grogol. Namun, pengoperasian rute Kota Wisata–Cawang masih tertunda karena pihak pengelola kawasan belum mengeluarkan surat dukungan seperti yang diminta PT Transportasi Jakarta.
Padahal, Kawasan Perumahan Kota Wisata sudah dilayani JR Connection. Kehadiran Transjabodetabek di lokasi ini jelas akan memberikan kemudahan tambahan bagi warga, terutama bagi kelompok pekerja berpenghasilan setara UMR.
Mereka bisa mengakses transportasi umum murah tanpa perlu membeli kendaraan pribadi. Bahkan, jika memungkinkan, tarif Transjabodetabek untuk kelompok ini sebaiknya digratiskan.
“Kelompok ini tidak perlu membeli sepeda motor untuk bekerja. Cukup dengan layanan Transjabodetabek bertarif murah, bahkan bila perlu bisa masuk kategori bebas membayar,” ujar Djoko Setijowarno, Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, Jumat, 18 April 2025.
Djoko juga meminta Gubernur Jawa Barat Dede Mulyadi dan Bupati Bogor Rudy Susmanto untuk memberikan perhatian khusus terhadap pengembang perumahan yang menolak kehadiran Transjabodetabek.
Keberadaan transportasi umum di dalam kawasan perumahan menurutnya sangat penting untuk menunjang mobilitas penghuni dengan biaya terjangkau.
Saat ini terdapat 65 rute Jabodetabek Residence Connection (JR Connection) yang dilayani 213 bus, 153 rute Transjabodetabek pengumpan dengan 742 unit, dan 114 rute Transjabodetabek reguler yang dioperasikan oleh 1.125 bus.
Sebanyak 29 kawasan perumahan di Bodetabek telah terlayani, antara lain Kota Wisata, BSD City, Lippo Cikarang, Sentul City, Cibubur Junction, dan Pantai Indah Kapuk 1 dan 2.
Operator yang melayani JR Connection antara lain Perum Damri dengan 26 rute, PT Sinar Jaya Megah Langgeng 8 rute, dan PT Royal Wisata Nusantara 9 rute.
Untuk Transjabodetabek reguler, layanan dioperasikan oleh 23 operator, termasuk PT Mayasari Bakti dengan 21 rute, PT Anugerah Mas (Bogor, Bekasi, dan Jakarta), PT Eka Sari Lorena Transport, serta PT Transportasi Jakarta.
Kehadiran Transjabodetabek diyakini dapat mempermudah mobilitas warga di dalam maupun keluar wilayah Bodetabek, khususnya ke Jakarta. Dengan subsidi operasional dari APBD DKI Jakarta, layanan ini mampu menjangkau lebih banyak masyarakat. Dasar hukumnya tercantum dalam Pasal 24 ayat 2f Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2024 tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta, yang menyebutkan bahwa subsidi angkutan umum lintas daerah Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi dapat diberikan secara proporsional.
Dengan perluasan jaringan dan dukungan penuh pemerintah, Transjabodetabek diharapkan menjadi tulang punggung baru mobilitas massal kawasan megapolitan Jabodetabek. (an)