“Ayat-ayat ini yang mengilhami Bung Hatta untuk mengabdikan hidupnya bagi bangsa dan negara dengan penuh perjuangan dan kesederhanaan,” ujar Zulkifli.
Bung Hatta memaknai Al-Qur’an bukan sebatas teks keagamaan, melainkan sebagai pedoman hidup yang sarat makna sosial.
Bung Hatta pernah berpesan, “Perhatikan makna surah Al-Fatihah, supaya terbuka pemikiran untuk memahaminya terus-menerus.”
Ia menafsirkan Surah Al-Fatihah dalam enam poin utama: ketauhidan, keberanian karena kebenaran, kesetaraan manusia, keteguhan dalam jalan yang lurus, kasih sayang antar sesama, hingga pentingnya keadilan sosial. Tafsir ini menunjukkan bagaimana Bung Hatta merelasikan ajaran Al-Qur’an dengan realitas sosial.
Bung Hatta: Sufi Revolusioner
Muttaqin melanjutkan sesi dengan sebuah pernyataan kuat, “Dalam penilaian saya, Bung Hatta adalah seorang sufi yang revolusioner.”
Menurutnya, perjuangan Bung Hatta untuk kemerdekaan Indonesia selalu berpijak pada nilai-nilai Islam yang dihayati secara mendalam.
Ia juga menyoroti keunggulan Bung Hatta dalam menulis, yang lahir dari kecintaannya membaca dan kedalaman ilmunya. Dalam pidato Nuzulul Qur’an yang menjadi bahan diskusi, Muttaqin mencatat Bung Hatta mengutip setidaknya 18 surah Al-Qur’an lengkap dengan penjelasan bernuansa sosial.
Zulkifli menambahkan, kelebihan Bung Hatta bukan hanya pada kegemarannya membaca, tetapi pada kemampuannya menghayati apa yang dibaca. Bacaan-bacaan Bung Hatta, baik buku maupun ayat-ayat Al-Qur’an, tidak berhenti di tataran intelektual, melainkan terwujud dalam tindakan nyata.