Namun, adanya sejumlah kelemahan dalam perekonomian Meksiko membuat spekulan mempertanyakan kredibilitas pemerintah menjaga nilai tukar tetap, terutama berkaitan dengan tingginya defisit neraca transaksi berjalan.
Pemerintah Meksiko akhirnya mendevaluasi nilai tukarnya yang diikuti oleh hilangnya kepercayaan investor terhadap peso. Aliran keluar hot money menyebabkan terjadinya krisis nilai tukar peso, Meksiko. Akhirnya, Meksiko meminta bantuan International Monetary Fund (IMF) dan Bank for International Settlement (BIS) pada awal 1995.
Selanjutnya, krisis nilai tukar generasi ketiga terjadi di negara-negara Asia pada tahun 1997 yang berpusat di Thailand, Indonesia, Pilipina, Malaysia, dan Korea Selatan (Korea). Krisis generasi ketiga termasuk sulit diprediksi karena pada saat yang sama negara-negara Asia mengalami pertumbuhan ekonomi tinggi.
Krisis nilai tukar generasi ketiga diawali oleh aliran hot money sangat besar ke negara-negara Asia karena investor tergiur oleh pertumbuhan tinggi, selanjutnya diikuti oleh aliran modal keluar yang menyebabkan ambruknya regim nilai tukar tetap (the collapse of fixed exchange rate regim).
Krisis Asia 1997 berbeda dengan krisis generasi pertama dan kedua di Amerika Latin. Krisis Asia adalah krisis nilai tukar yang sangat luas karena menjalar ke negara-negara lain secara global. Krisis Asia ditandai oleh “contagion effect”, yaitu efek domino yang dimulai dari Thailand menyebabkan krisis kepercayaan dan nilai tukar di negara-negara Asia lainnya.