MAKASSAR, FAJAR–Masih ada kesempatan memperbaiki sistem transportasi di kawasan Mamminasata. Apalagi di tengah munculnya pemimpin-pemimpin baru.
Selama ini, moda transportasi di Maros, Makassar, Sungguminasa, dan Takalar (Mamminasata) masih dikelola secara privat. Hanya sektor swasta yang dominan terlibat. Keterlibatan pemerintah sangat kecil, sehingga standar pelayanan minimum (SPM) tak terpenuhi alias jauh.
Untuk membangun integrasi dan pemerataan transportasi publik, paradigma lama mesti diubah. Selama ini, rute angkutan kota (angkot), khususnya di Makassar dan Sungguminasa, tak terkoneksi, dan cenderung hanya mengarah ke satu titik: Sentral.
Hal ini yang membuat banyak rute dan bangkitan penumpang yang tak terlayani, apalagi sejak banyaknya kawasan baru terbuka. Daerah Takalar pesisir, Samata dan Pattallassang (Gowa), Moncongloe-Mandai (Maros), kini bermunculan kawasan hunian baru, yang seharusnya transportasi publik hadir di sana.
“Sistem kita monosentris, transportasi bergerak ke satu arah,” urai Prof. Dr. Ir. Batara Surya, S.T., M.Si, pakar transportasi yang juga Anggota Tim Transisi Wali Kota Makassar pada Seminar “UK PACT Tudang Sipulung: Meramu Pengetahuan untuk Kebijakan Transportasi Berkelanjutan” di Hotel Hyatt Place, Jl Jend Sudirman No 31, Makassar, Selasa, 11 Maret 2025.
Dengan terbukanya kawasan ekonomi dan pertumbuhan baru, paradigma rute dan jenis transportasinya mestinya ikut menyesuaikan. Kebijakan pemerintah tentu menentukan hal ini. Apalagi, konektivitas infrastruktur jalan di Mamminasata sudah saling terhubung.
Batara mencontohkan, jalur Makassar-Takalar via Pantai Losari dirintis sejak 2023. Jika dahulu akses menuju Takalar mesti lewat Sungguminasa, kini bisa memintas lewat Jalan Metro Tanjung Bunga. Hal itu merupakan kawasan pertumbuhan baru.
Sepanjang jalan di jalur itu, bertumbuhan kawasan baru yang memancing bangkitan, termasuk meningkatnya kebutuhan transportasi. Hal ini yang sampai saat ini tidak terakomodasi oleh angkutan umum yang memenuhi SPM.
Demikian juga pembangunan jalan penghubung Makassar-Gowa, via Jl Hertasning. Upaya itu juga memunculkan kawasan ekonomi dan penduduk baru, yang mestinya dilayani dengan transportasi publik.
Memang sejak 2022 ada Teman Bus yang melayani, namun kurang memadai lantaran koneksinya yang masih sangat terbatas. Kekosongan ini yang mestinya diisi oleh pemda dengan bus publik Mamminasata.
Tak lupa, Batara juga memberi masukan ihwal penggunaan istilah “Revitalisasi Transportasi”. Menurutnya, revitaliasi berarti sesuatu yang akan diperbaiki itu pernah ada, namun vitalitasnya turun, sehingga mau dibangkitkan kembali.
Batara juga terbuka dengan seluruh hasil kajian transportasi di Mamminsata, termasuk yang telah dihasilkan tim peneliti World Resources Institute (WRI) Indonesia. Dia berjanji akan menyampaikan kepada Wali Kota Makassar Munafri Arifuddin mengenai konsep yang telah mereka buat.
“Terkait wali kota baru, minimal dari gagasan ini ada yang diadopsi juga (nanti dalam kebijakan transportasi,” imbuh pakar transportasi yang juga Rektor Unibos itu.
Ramah Lingkungan
Muh Yasir, Asisten Bidang Pemerintahan dan Kesra Kota Makassar mengatakan transportasi publik harus mengedepankan keselamatan, keamanan, dan anggaran. Dia mengakui, transportasi publik merupakan salah satu program strategis ke depan.
Pemkot sangat mendukung penataan sistem transportasi publik yang ramah lingkungan. Dia merespons positif hasil kajian WRI yang dianggapnya sebagai bagian dari perbaikan tata transportasi di Kota Angingmammiri.
“Transportasi umum merupakan solusi kota besar,” kata Yasir. Transportasi publik setidaknya harus memenuhi rasa aman dan nyaman penumpang. Soal anggaran yang terbatas, skema pembiyaan dan investasi yang ditawarkan WRI bisa jadi alternatif.
Pemerintah Kota Makassar disebutnya terbuka atas segala masukan baik demi mewujudkan transportasi publik sebagai ikhtiar penataan kota maju ke depan. “(Penting) pelibatan berbagai pihak dalam pengambilan kebijakan,” katanya.
Jusman, Kabid Angkutan Dishub Kota Makassar turut hadir sebagai pembicara di panggung. Ke depan, pihaknya berencana membentuk Dewan Transportasi Kota Makassar, sekaligus mengusulkan rerouting (pengaturan ulang rute) Mamminasata.
Kehadiran Teman Bus yang awalnya diharapkan bisa membantu mengatasi kebutuhan transportasi publik di kawasan Mamminasata, juga terganggu. Alasan anggaran membuat pusat mengurangi trayek. Saat ini sisa Koridor 5 yang beroperasi, sementara empat koridor lainnya mandek.
Jusman juga menyoroti angkot yang masih beroperasi saat ini di Kota Makassar. Dari sembilan indikator SPM, tak satu pun ada pada pete-pete. Di antaranya soal ketersediaan bengkel, penggunaan aplikasi, sistem pembayaran, dan kelembagaan. “Untuk pete-pete, tak satu pun ada dalam SPM itu,” katanya.
Ke depan yang dibutuhkan adalah kajian dan intervensi tata ruang. Untuk mengurai kemacetan dalam kota, tak ada pilihan selain pembatasan kendaraan. Bisa penerapan ganjil-genap, pemberlakuan sistem zonasi, atau pengetatan sistem uji emisi.
Respons Pemerintah
Wakil Kepala Satuan Lalu Lintas (Satlantas) Polrestabes Makassar Kompol Mahrus Ibrahim mengatakan, saat proses pendampingan riset WRI, pihaknya sempat bertanya-tanya lantaran data yang diminta begitu banyak. Namun, pihaknya terbuka atas itu sebagai bagian dari kajian sistem transportasi masa depan.
Untuk penerapan sistem lalu lintas yang lebih baik, kini sudah ada kemajuan dengan pemanfaatan fasilitas kontemporer. “Kita sudah punya teknologi,” kata Mahrus.
Sesuai data Polrestabes Makassar, lakalantas merupakan penyebab kematian nomor 3 di Indonesia. Kurun 2019-2023, terdapat 509 korban jiwa di Makassar, yang 75 persen korbannya adalah pengendara motor, 13 persen jalan kaki, 7 persen roda 4, dan 6 persen lainnya.
Korban lakalantas 45 persen berusia 10-29 tahun. Didominasi pekerja jasa 177 orang dan pelajar di peringkat kedua dengan 99 orang.
Sementara itu, di ujung acara bertajuk “Beyond The Numbers: Understanding Makassar Road Safely Report”, Kadishub Kota Makassar Zainal Ibrahim ikut memberi masukan. Dia yang duduk di kursi peserta seminar, lalu berdiri mengambil mik.
“(Masukan-masukan ini) kami akan masukkan ke RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, Red),” kata Zainal.
Dia menegaskan, kunci menata trasportasi Kota Makassar, tak bisa dilepaskan dengan daerah tetangga sebagai penyangga. “Kalau mau memecahkan transportasi Makassar, harus berpikir Mamminasata,” terangnya.
Sebagai gerbang Kawasan Timur Indonesia (KTI), Makassar memang menjadi hub dan tujuan kunjungan pergerakan manusia. Karena itu, pembangunan fisik harus terkawal dengan baik. Situasi ini juga memunculkan implikasi lalu lintas yang besar: kemacetan dan tempat parkir yang sesak.
Yang terbanyak adalah kendaraan dari daerah lain, terutama dari Gowa, Maros, dan Takalar. Banyak orang yang bekerja di Makassar, namun tinggal di daerah penyangga itu. Kelemahan pemkot, tidak bisa mengatur sirkulasi dan mobilitas kendaraan dari daerah lain, melainkan dari pemerintah provinsi dan pusat.
“Kita mendapatkan migrasi sirkuler dari luar Makassar. Ke depan kita perlu lahan parkir di luar kota. Dan satu yang saya ingin sampaikan, kami hanya bisa mengatur trayek tetap, tapi tidak bisa mengatur yang tidak punya trayek (taksi online dan sejenisnya,” tandasnya. (*)