FAJAR, MAKASSAR-Fermentasi Radiasi adalah sebuah karya kolaboratif yang mengintegrasikan jurnalisme investigasi dengan seni pertunjukan. Karya ini mengisahkan kehidupan masyarakat Bantaeng yang ruang hidupnya semakin tergerus oleh keberadaan Kawasan Industri Bantaeng (KIBA). Acara ini akan diselenggarakan di Rumata Art Space pada 21-23 Februari 2025.
Hujan debu setebal 2-3 cm, kepulan asap, dan suara bising dari smelter terus menginvasi kehidupan warga. Lanskap yang tertutup debu tidak hanya berdampak pada lingkungan, tetapi juga memasuki ruang-ruang pribadi seperti dapur, kamar tidur, dan kamar mandi, mengancam kesehatan masyarakat, terutama perempuan dan anak-anak.
Dahulu, Bantaeng dikenal sebagai daerah penghasil rumput laut dan batu bata merah. Namun, kini kawasan ini dipenuhi oleh enam pabrik pengolahan nikel milik Huadi Group, yaitu PT Huadi Nickel Alloy Indonesia, PT Unity Nickel-Alloy, PT Downstone Energy Material, PT Huadi Wuzhou Nickel Industry, PT Yatai Huadi Alloy Indonesia, dan PT Hengseng New Energy Material Indonesia. Perusahaan-perusahaan ini mengolah bijih nikel yang berasal dari tambang di Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, dan Kalimantan.
Di Borong Loe, warga menilai aktivitas PT Hengseng New Energy menyebabkan berbagai masalah kesehatan. Pengujian sampel debu menunjukkan kadar sulfur dioksida (SO₂) dan nitrogen dioksida (NO₂) yang tinggi. Jika terhirup dalam waktu lama, zat-zat ini dapat menyebabkan iritasi pada saluran pernapasan, mata, bahkan berisiko memicu kanker, bronkitis, hingga kematian.
“Dalam liputan kami pada tahun 2024, kami menyaksikan langsung bagaimana lingkungan di sekitar KIBA diselimuti debu seperti kabut. Tak hanya rumah, pohon, dan rumput yang berubah warna menjadi coklat, bahkan ikan hasil tangkapan pun ikut berubah warna. Atap rumah warga menjadi berkarat dan roboh. Saat kami berkeliling dan melepas kacamata, mata kami terasa perih. Tim liputan Bollo.id juga tidak pernah melepas masker karena debu yang sangat pekat,” ungkap Didit Hariyadi, Pemimpin Redaksi Bollo.id.
Kondisi masyarakat Bantaeng yang terkepung smelter mencerminkan dampak ketidakadilan sosial akibat Proyek Strategis Nasional (PSN). Dampak dari KIBA melahirkan berbagai isu kompleks. Untuk itu, Bollo, Antologi Manusia, dan Trend Asia berkolaborasi menghadirkan Fermentasi Radiasi: Penciptaan Seni dalam 4 Babak. Pertunjukan ini menawarkan cara pandang alternatif dalam memahami isu sosial dan lingkungan melalui seni teater. Dengan teater, isu-isu ini dapat dipersonalisasi, membangkitkan empati, serta membuka ruang dialog yang lebih luas.
“Saat membaca naskah liputan Bollo.id, kami merasa perlu menghadirkan cerita warga Bantaeng kepada masyarakat urban dalam bentuk teater dan instalasi seni. Masyarakat urban adalah konsumen utama kendaraan listrik, dan kami ingin menunjukkan ketimpangan yang terjadi. Di satu sisi, kendaraan listrik dianggap sebagai solusi ramah lingkungan di perkotaan, tetapi di sisi lain, masyarakat di sekitar smelter harus hidup dalam kepungan asap tebal setiap hari,” ujar Ibe S. Palogai, sutradara Fermentasi Radiasi dari Antologi Manusia.
Fermentasi Radiasi ingin menjembatani kesenjangan antara masyarakat terdampak industri nikel dengan masyarakat urban. Dalam konteks transisi energi, industri nikel menjadi bagian dari rantai produksi kendaraan listrik yang dianggap ramah lingkungan. Namun, produksi ini justru meninggalkan jejak ekologis yang merusak di wilayah seperti Bantaeng. Selain itu, hasil produksi industri nikel lainnya yang banyak dikonsumsi di perkotaan juga memunculkan pertanyaan tentang overkonsumsi dan overproduksi yang memperparah krisis lingkungan serta kemanusiaan.
Pada tahun 2022, Indonesia menjadi produsen nikel terbesar di dunia, memasok 48 persen kebutuhan global. Sayangnya, permintaan tinggi untuk nikel, terutama dalam industri kendaraan listrik, menyebabkan deforestasi dan hilangnya keanekaragaman hayati. Bertambahnya konsesi tambang nikel di Sulawesi dan Maluku juga meningkatkan risiko bencana serta lonjakan kepadatan penduduk, yang pada akhirnya memicu masalah sosial seperti meningkatnya biaya hidup dan pengelolaan sampah.
“Ketimpangan akibat industri nikel tidak hanya terjadi di Bantaeng, tetapi juga di berbagai kawasan industri nikel lainnya. Meski wilayah-wilayah ini terlihat memiliki pertumbuhan ekonomi tinggi, angka kemiskinan justru meningkat. Masyarakat kehilangan mata pencaharian, sementara lingkungan mereka semakin tercemar. Debu pekat dari smelter tidak hanya menyelimuti luar rumah, tetapi juga masuk ke dalam kamar tidur. Warga bahkan harus tidur dengan kelambu untuk menghindari debu. Perubahan warna air dan tanaman yang menjadi coklat adalah bukti nyata pencemaran yang berdampak buruk pada kesehatan dan kehidupan sehari-hari,” ujar Alfa Arifia Setiawan, peneliti dari Trend Asia. (*/)