English English Indonesian Indonesian
oleh

Danantara: Antara Ambisi dan Potensi Investasi Bodong

Oleh: Dr Andi Nur Bau Massepe
Dosen FEB Unhas / Kasubdit Pengembangan Usaha Unhas

Presiden Prabowo telah membentuk Badan Pengelolaan investasi Daya Anagata Nusantara, kita kenal dengan BPI Danantara.

Hal ini sebenarnya perjalan panjang mencari bentuk model tentang bagaimana mengelola Lembaga investasi bagi negara. Di Tahun 2021 Presiden Jokowi telah membentuk INA , Indonesia Investment Authority (INA) adalah lembaga pengelola investasi (Sovereign Wealth Fund). Banyak meniru model di negara UEA. Terakhir lagi inisiasi Menteri BUMN Erick Tohir, dan menunjuk Muliaman Hadad (mantan Ketua OJK) mengelola BPI Danantara, intinya badan itu mirip Temasek Holding yang terkenal itu.

Pertanyaan selanjutnya, Apa bedanya dengan Holding Danareksa yang telah ada. Kita sudah banyak perusahaan investasi seperti PT SMI, PII milik pemerintah. Mengapa Presiden Prabowo membuat lagi Danantara sebagai holding BUMN, sementara sudah ada INA. Publik dibuat bingung, elit politik ini mau buat apa sih? Apa karena APBN sudah terbatas, sehingga perlu “inovasi” mencari dana murah, meriah dan tidak beresiko untuk tujuan “tertentu”.

Tulisan ini mencoba memberi wacana terkait inisiasi Badan pengelola investasi, yang telah di ketok Undang-Undangnya di DPR, telah direvisi dari UU BUMN dengan menambahkan klausa tentang pendirian Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Danantara, mengajak berpikir kembali apa esensi dasar dari lembaga ini.

Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) adalah lembaga investasi yang dibentuk oleh pemerintah Indonesia dengan tujuan mengelola investasi negara di luar Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Model pengelolaan Danantara dirancang menyerupai Temasek, perusahaan investasi milik pemerintah Singapura.

Publik dapat menyimpulkan bahwa BPI Danantara ini adalah pengelola investasi. Kata investasi ini dalam bidang industri keuangan punya makna kegiatan menempatkan dana (uang) dalam aset atau produk keuangan untuk mendapatkan keuntungan dimasa depan. Berbicara investasi ada yang namanya risiko. Risiko ini suatu hal yang “sulit” kita takar, setiap produk investasi memiliki profil risiko apakah moderat, tinggi ataupun rendah.

Konsep investasi pun mengajarkan don’t put your egg in one basket, jangan taruh telur dalam satu kerancang, artinya diversifikasi portofolio perlu. Apakah sudah tepat bahwa dana RP 9.600 Trilyun yang akan dikelola, bila di investasikan ke BUMN? Apa sudah memenuhi logika investasi dan prinsip teori investasi kah? Kita tahu BUMN saat ini kondisinya seperti apa, banyak yang sakit lalu jadikan holding. Bagaimana fundamental mereka? Bukanya malah lebih beresiko bila BPI Danantara hanya berinvestasi di BUMN saja, kita tahu sarat menjadi “sapi perahan” dan terlibat kasus-kasus korupsi negara.

Kembali lagi membahas BPI Danantara, publik bertanya kegiatan investasi apa yang dimaksud oleh negara yang akan dilakukan itu? Bila berinvestasi ke BUMN, menurut saya tentu sudah harus ada perencanaan yang jelas tentang potensi risiko masing-masing BUMN kita. Ada yang sehat tidak sehat dan bangkrut. Siapa yang mengawasi setiap kegiatan investasi tersebut? Pemerintah sebagai PSP (pemegang saham pengendali) apakah punya semacam aturan terkait besaran sebaran porsi investasi dan jenis portofolio investasi yang akan di jalan oleh BPI Danantara tersebut? Bagaimana bila merugi? Bagaimana mengatur stop loss dan profit taking dalam kegiatan investasi mereka. Saya utarakan ini adalah aktifitas investor.

Selain itu tuduhan dari beberapa aktivis, dan akademisi menganggap Danantara itu berpotensi sebagai model korupsi baru dan aktivitas money laundering (pencucian uang). Adanya penambahan pasal dalam UU BUMN itu mengatakan bahwa pasal 4B kerugian BUMN tidak lagi dianggap kerugian negara. Ini memicu prasangka bahwa aktifitas BPI Danantara akan menjadi sebuah lembaga yang melindungi penyelewengan, korupsi bahkan pencucian uang dalam tubuh BUMN secara legal. Menurut aktifis, dan akademisi pasal ini berpotensi memberi kewenangan bank plat merah, melakukan penghapusan buku terhadap kredit macet. Ini tentu akan menjadi proyek investasi bodong kelas kakap bila benar asumsi tersebut.

Harapan kita Danantara harus terhindari sebagai “sapi perah” bagi kepentingan politisi, harus menjadi lembaga independen, bebas nilai dan benar-banar menjadi pengelola investasi handal. Tidak menjelma sebagai lembaga yang melegalkan investasi bodong, dan ikut menoreh tinta hitam kasus-kasus invetasi besar yang sudah-sudah.

Melihat daftar orang-orang yang akan menjadi manajemen BPI Danantara yang diperbincangkan di media seperti pengusaha Pandu Sjahrir (keponakan Luhut Binsar Panjaitan), beberapa nama aktor politik wajar publik dibuat “pesimis” bahwa lembaga ini tidak bebas nilai.

Penulis tekankan penting Risk Management atau pengelolaan manajemen risiko diterapkan Ini. menjadi dasar utama dalam pengambilan keputusan investasi ke BUMN ataupun proyek strategis lainnya. Prinsip manajemen risiko yaitu mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan berbagai potensi risiko seperti risiko likuiditas, pasar, operasional, reputasi, kepatuhan sudah harus disusun sebagai suatu dokumen operasional. Danantara dan kementerian memiliki fungsi atau organ terkait fungsi manajemen risiko tersebut.

Saran penulis tahap awal tidak perlu invetasi jumlah besar, cukup dengan modal risiko terukur misal Rp 1.000 trilyun terlebih dahulu, beberapa periode selanjutnya, setelah kinerja BPR Danantara dinilai baik, bisa ditambah modal investasi. Tidak “ujug-ujug” punya ambisi sekelas Temasek , China Investment Corporation dan ingin mengalahkan mereka, padahal mereka sudah puluhan tahun, kita baru memulai dan merangkak. Suatu ambisi dan mimpi disiang bolong, mirip cara berpikir pelaku investasi bodong.

Sebagai institusi pengelolaan investasi BPI Danantara penting memiliki dokumen perencanaan strategi investasi yang jelas, tidak nanti setelah terbentuk Danantara, baru rebut-rebutan tentang investasi apa, kemana dan Perusahaan mana? Perencanaan investasi yang berprinsip resiko manajemen perlu dibuat terlebih dahulu. KPI (Key Performance Indikator) yang jelas dan terukur dari potensi return dari Danantara sudah harus ada. Poin inilah akan membedakan sebagai lembaga invetasi yang independen dan bebas nilai. (*)

News Feed