Wacana dan kajian pencalonan presiden melalui jalur independen penting dilakukan pembentuk UU, khususnya para akademisi hukum tata negara.
“Kami sangat mengapresiasi langkah Mahkamah Konstitusi yang secara perlahan tapi berani menyingkirkan batasan-batasan politik yang menghambat perkembangan demokrasi dan memberikan hak-hak politik yang sedikit lebih terbuka bagi warga negara dalam mencalonkan diri menjadi pemimpin nasional,” ujarnya.
Akan sulit bagi bangsa ini mencapai kualitas demokrasi dan menemukan kepemimpinan nasional yang paripurna jika tidak menyiapkan institusi demokrasi alternatif selain partai politik dalam menentukan hal-hal fundamental dalam bernegara.
“Sementara banyak partai politik belum sepenuhnya bersedia mempraktikkan demokratisasi di internal partai,” ujar Sultan.
Terpisah, Direktur Eksekutif Indonesian Public Institute (IPI) Karyono Wibowo menyoroti berbagai hal setelah Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus aturan ambang batas pencalonan Presiden RI atau Presidential Threshold (PT). Putusan MK yang menghapus ketentuan PT bisa menghadirkan banyak kandidat dalam pilpres yang berpotensi membebani anggaran.
“Dengan banyaknya calon presiden tentu biaya pemilu akan bertambah besar,” katanya.
Banyaknya kandidat dalam pilpres memunculkan potensi kontestasi dilaksanakan dua putaran, seperti tertuang dalam Pasal 159 Ayat 1 UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu.
“Potensi pilpres dua putaran justru sangat besar jika persyaratan calon terpilih tidak berubah,” kata dia.
Putusan MK yang menghapus ketentuan PT membuat beban penyelenggara pemilu meningkat.