“PLN optimistis Electrifying Agriculture dapat menjadi model inovasi yang mengintegrasikan kebutuhan energi dengan pemberdayaan sektor pertanian. Ini sekaligus berkontribusi dalam pengembangan ekonomi daerah,” bebernya.
Patahuddin, seorang petani di Kelurahan Butunusu, Makassar adalah salah satu penerima manfaat program ini. Sebelumnya, ia menggunakan pompa air berbahan bakar minyak (BBM) untuk pengairan sawahnya dengan konsumsi hingga 150 liter per bulan, menghabiskan Rp900 ribu. Beralih ke listrik daya 5.500 Volt Ampere melalui program EA, biaya operasionalnya menurun menjadi Rp350 ribu per bulan untuk token listrik, menghasilkan penghematan sebesar 61 persen.
“Sekarang pengairan sawah lebih mudah dan hemat. Dulu hanya bisa mengairi tiga petak sawah per hari, tapi sekarang bisa lima petak dengan listrik,” ujar Patahuddin.
Hal serupa dirasakan Hasbi, petani bawang merah di Desa Saruran, Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan. Sebelumnya, ia menggunakan mesin diesel yang menghabiskan Rp5,2 juta per panen untuk biaya operasional. Setelah beralih ke listrik berdaya 10.600 Volt Ampere, biaya operasionalnya turun drastis menjadi Rp1,3 juta per panen.
“Dalam satu tahun, saya bisa panen enam kali. Dengan listrik, saya menghemat hingga Rp23,4 juta per tahun,” kata Hasbi.
Selain itu, kapasitas produksinya meningkat dari 45 ton menjadi 48 ton bawang merah per tahun. Sehingga pendapatan tahunannya naik menjadi Rp69 juta. “Selain hemat, pengoperasian pompa air sekarang jauh lebih praktis, cukup dengan menekan tombol,” tambahnya. (edo)