Investasi ini membuka peluang kerja, meningkatkan infrastruktur, dan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Perlu diingat bahwa hanya melalui investasi target pertumbuhan ekonomi 8 persen dari Presiden Prabowo dapat direalisasikan.
Namun, hambatan seperti kompensasi tanam tumbuh, ketidakpahaman tentang areal kontrak karya, dan ketidaktahuan masyarakat terhadap manfaat investasi sering kali menjadi penghalang.
Bahkan, kondisi ini kerap dimanfaatkan oleh oknum-oknum untuk kepentingan pribadi, kelompok, atau golongan tertentu. Dalam hal ini, peran pemerintah sangat penting untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat dan memastikan bahwa proses pengambilan lahan berjalan sesuai aturan hukum.
“Jika konflik-konflik seperti ini terus terjadi, bukan hanya perusahaan yang dirugikan, tetapi juga negara dan masyarakat,” tambah Prof. Abrar.
Perlunya Dukungan Penuh Negara
Sebagai kontrak strategis, keberadaan kontrak karya seperti milik Masmindo mendapat pengakuan dan dukungan penuh dari negara. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1976 yang dikeluarkan pada era Presiden Soeharto menegaskan bahwa dalam konflik antara pertambangan dan kepemilikan tanah, pertambangan harus menjadi prioritas. Hal ini tetap relevan hingga sekarang, terutama untuk proyek-proyek yang berkontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional.
“Negara, dalam hal ini Satgas Percepatan Investasi Sulsel dan Polda Sulsel, harus hadir untuk menjamin kontrak karya ini berjalan dengan baik. Jika perusahaan tidak bisa melanjutkan kegiatannya, pendapatan negara dari sektor tambang akan lumpuh,” ujar Prof. Abrar.