FAJAR, JAKARTA–Anggota DPD RI 2024-2029, Alfiansyah Komeng, menekankan bahwa korupsi tidak boleh dianggap sebagai budaya Indonesia.
Komeng menegaskan hal tersebut dalam kegiatan Hari Antikorupsi Sedunia (HAKORDIA) 2024 yang digelar bersama Jasa Raharja di Ballroom Jasa Raharja, Jakarta, pada Minggu (15/12/2024).
“Budaya seharusnya berisi usaha yang baik. Korupsi tidak pantas disebut sebagai budaya. Kita harus menjaga budaya yang positif, bukan perilaku buruk,” tegas Komeng dikutip dari Info Publik.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Johanis Tanak, menegaskan bahwa praktik korupsi masih menjadi masalah besar yang rentan terjadi dalam berbagai bentuk di sektor pelayanan publik, baik di tingkat pusat maupun daerah.
Tanak menjelaskan bahwa tindak pidana korupsi dapat dikategorikan ke dalam tujuh kelompok besar, yaitu: kerugian keuangan negara, penggelapan dalam jabatan, perbuatan curang, pemerasan, gratifikasi, benturan kepentingan dalam pengadaan, dan suap-menyuap.
“Contohnya adalah ketika penyelenggara negara menerima gratifikasi, suap, atau melakukan pemerasan. Bahkan, badan usaha negara yang mengelola urusan negara pun dapat terjerat dalam kasus ini. Apabila ada yang menerima gratifikasi atau suap dalam menangani klaim asuransi, hukumannya sangat berat,” tegas Tanak.
Tanak juga mengidentifikasi berbagai modus korupsi di sektor jasa asuransi, antara lain penunjukan rekanan atau reasuransi tertentu, penyalahgunaan aset perusahaan, klaim asuransi fiktif, manipulasi klaim kepada nasabah, penggelapan premi oleh agen atau broker asuransi, hingga manipulasi laporan keuangan untuk menghindari pajak dan komisi ilegal.