Oleh: Babra kamal
Peneliti UTS
Di sebuah desa di pedalaman Sinjai, kami menuruni bukit terjal menuju sebuah rumah yang atapnya rata dengan jalan desa, saya menahannya sejenak dan memberitahunya untuk menyinggung program pertanian, khususnya ketersediaan pupuk karena yang kita tempati bersosialisasi adalah kalangan petani. Dari balik rumah sembari ia berbicara di depan khalayak saya menunggu, namun rupanya ia tak menyinggung sama sekali program yang saya titip tadi, ia hanya menyampaikan kalau ia berasal dari kampung yang sama dengan sang pemilik rumah, dan berharap sang tuan rumah dan warga desa yang hadir menjatuhkan pilihan kepadanya 27 November mendatang.
Salah satu kandidat yang bertarung dalam Pilkada Sinjai tahun 2024 adalah Hj. Andi Kartini Ottong (Akar) berpasangan dengan Muzakkir. Perjalanannya menjadi calon bupati sedikit banyak saya ketahui, karena wakilnya Muzakkir merupakan junior saya. Suatu waktu Zakkir mengajak saya untuk bertemu dengan sang calon bupati, saya menjumpainya di sebuah rumah yang sederhana, walaupun sebelumnya Akar pernah menjabat wakil bupati tapi kondisi rumahnya tak menampakkan sama sekali kalau ia pernah menduduki jabatan yang cukup mentereng itu.
Zakkir menceritakan betapa beratnya melewati semua tahapan terutama menjelang pendaftaran ke KPU pasalnya partai yang ia tempati bernaung selama ini tidak memberinya rekomendasi. Walhasil ia harus jalan sendiri, “untung ada keputusan MK sehingga saya bisa maju bersama Andi Kartini,” lanjutnya.
Prinsip kejujuran
Dalam sebuah wawancara yang beredar di linimasa media sosial, ibu Akar mengatakan kalau yang hilang di bangsa ini adalah kejujuran, “Sifat jujur inilah yang harus ditanamkan karena itu langka sekarang ini dan itu harus digelorakan kepada anak-anak kita saat ini, itu juga sesuai dengan pappaseng toriolo dan bersesuaian dengan nilai agama”.
Selain sangat memperhatikan pesan-pesan leluhur dan nilai agama, Andi Kartini juga seorang pribadi yang banyak belajar dari alam dan menerapkanya dalam kehidupan sehari-hari. Seperti yang ia sampaikan” Lihat dan amati cara alam bekerja, sangat sederhana, sebagaimana yang kita amati dan saksikan setiap hari: pada pohon yang tumbuh berkembang dan tanaman apapun serta semua aneka ragam kehidupan pada umumnya mereproduksi dirinya untuk tumbuh dan berkembang sambil menyumbangkan bagi berkembangbiaknya berbagai kehidupan di sekitarnya, ia juga sekaligus menyuburkan tanah yang menyumbang bagi tumbuh kembang pohon tadi dan tanaman lain disekitarnya. Setiap pohon menghasilkan bunga dan buah, sambil melepaskan daun-daun kering yang akan menjadi humus untuk menyuburkan tanah. Bersamaan dengan itu, pohon tadi melepaskan biji-biji atau akar, atau dahan yang akan berkembang biak menjadi tanaman baru.”
“Tanah memberi nutrisi bagi tanaman untuk tumbuh dan berkembang dan melipatgandakan tanaman-tanaman baru. Selain itu, pohon melepaskan oksigen bagi berbagai kehidupan, mengatur iklim, menyerap dan menyimpan air hujan untuk kebutuhan tumbuh kembang berbagai makhluk hidup, dan tentu saja menyerap karbon. Demikian pula, binatang mengambil makanan dari alam, mengeluarkan kotoran sebagai humus bagi tanah, tanah memberi kehidupan bagi tanaman, tanaman dimakan binatang dan seterusnya dan seterusnya. Begitulah seharusnya yang kita terapkan sebagai manusia dalam menjalani kehidupan ini, belajar dari alam agar bermanfaat bagi sesama”
Panggung Depan-Belakang
Dalam teori dramaturgi yang dikembangkan Erving Goffman untuk memaham interaksi sosial manusia. Goffman menggunakan metafora teater untuk menggambarkan bagaimana Individu bertindak.
Begitu pula dalam politik dikenal adanya panggung depan dan panggung belakang. Panggung depan (Front Stage) merupakan ruang publik dimana individu “menampilkan dirinya kepada audiens, perilaku di panggung depan sering kali diatur oleh norma dan ekspektasi sosial. Sementara itu panggung belakang (back stage) merupakan ruang privat dimana individu dapat bersikap lebih jujur dan tidak perlu menjaga citra dirinya. Disini individu bisa melepaskan perang sosial yang dimainkan.
Agak berbeda dengan yang digambarkan Goffman, sejauh penelusuran saya, apa yang ditampilkan ibu Andi Kartini di ruang publik tak jauh berbeda dengan yang ada di wilayah domestik, ketika saya bertandang ke rumahnya, ia sendiri yang menyuguhkan kopi dan menyiapkan panganan, tanpa harus menyuruh seorang asisten rumah tangga walaupun notebene ia seorang mantan pejabat. Ia juga tidak segan menyapa setiap warga yang ia temui. Mungkin dengan modal itulah surveinya masih tertinggi saat ini dari seluruh kandidat yang bertarung di Sinjai
Saya tak berpretensi untuk menyebutkan berbagai kelebihanya baik sebagai seorang manusia biasa ataupun mantan pejabat, tapi dari obrolan-obrolan dengan beberapa orang-orang dekatnya saya bisa berkesimpulan ia pribadi utuh dan terbelah. Ia adalah politisi yang “apa adanya” bukan “ada apanya” dan untuk ukuran politisi sangat jarang saya mendapati sosok seperti dirinya. (*)