Oleh Aswar Hasan
Supriyani memukul guru honorer yang dituduh anak polisi, pada Senin (25/11/2024), divonis bebas. Selama berbulan-bulan, ia menjalani hari berat setelah dikriminalisasi, jadi tersangka, ditahan, dan menjalani persidangan. Lemahnya perlindungan guru ini menjadi ironi di tengah tugas berat mereka mencerdaskan bangsa. guru honorer yang dituduh memukul anak polisi. Supriyani dinyatakan tak terbukti melakukan perbuatan yang dituduhkan. Hakim memerintahkan memulihkan nama baik guru honorer yang telah mengabdi 16 tahun ini.
Supriyani adalah guru honorer di SD Negeri 4 Baito, Kecamatan Baito, Konawe Selatan. Dia dituduh memukul seorang murid kelas IA di sekolah itu dengan sapu ijuk sehingga sang siswa terluka di bagian paha pada Rabu (24/4), pukul 10.00 Wita. Siswa yang menjadi korban pemukulan itu merupakan anak Ajun Inspektur Dua (Aipda) Hasyim Wibowo, Kepala Unit Intelijen Polsek Baito. Akibat tuduhan itu, Supriyani dilaporkan ke Polsek Baito dan diproses hukum sampai pengadilan.
Supriyani mengalami banyak intimidasi, permintaan uang, penahanan, dan menjalani persidangan. Dia pernah memberi uang Rp 1,5 juta untuk penangguhan penahanan di Polsek Baito. Supriyani dimintai uang Rp 50 juta agar kasus ini tak berlanjut, tapi tak dipenuhinya karena tak punya uang. (Kompas, 26/11-2024). Kasus ini pun akhirnya viral di media sosial maupun di media mainstream. Akhirnya terbukti jargon yang menyatakan; “No viral No justice”.
Supriyani pun akhirnya mendapatkan keadilan. Ketua Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Unifah Rosyidi mengapresiasi vonis bebas terhadap Supriyani sebagai kado istimewa di Hari Ulang Tahun Ke-79 PGRI dan Hari Guru Nasional. Harapannya, kasus ini menjadi momentum mewujudkan sekolah aman dan nyaman bagi semua warga sekolah dari tindak kekerasan yang ultahnya tahun ini mengambil tema: “Guru Hebat Indonesia Kuat”.
Dalam pidatonya, Mendikdasmen Abdul Mu’ti menguraikan makna tema tersebut, Pertama menurut Mu’ti adalah menegaskan bahwa kedudukan guru sangat penting dalam kehidupan bangsa dan negara. Kedua, guru memiliki peran tidak hanya sebagai agen pembelajaran, tetapi juga sekaligus sebagai agen peradaban. Guru tidak hanya mengajarkan ilmu pengetahuan tetapi juga nilai-nilai moral, etika, dan budaya. Ketiga, “Guru Hebat Indonesia Kuat” memiliki makna bahwa guru memiliki peran strategis dalam menentukan kualitas sumber daya manusia (SDM).
Persoalannya, guru saat ini menghadapi hambatan dan tantangan yang tidak ringan. Kalau diidentifikasi setidaknya ada beberapa hal yaitu:
Pertama, Terjadinya perubahan nilai dan persepsi bahwa nilai-nilai masyarakat terhadap guru telah berubah. Jika dulu guru sangat dihormati, kini mereka seringkali menjadi sasaran kritik dan bahkan tuduhan
Kedua, kurangnya perlindungan hukum. Meskipun ada Undang-Undang Guru dan Dosen, perlindungan hukum terhadap guru masih lemah. Hal ini membuat guru rentan terhadap laporan atau tuntutan hukum, bahkan ketika mereka bertindak dalam koridor tugas dan kewenangannya.
Ketiga, Munculnya tekanan di media sosial. Informasi yang beredar di media sosial seringkali tidak terverifikasi dan dapat memicu opini publik yang negatif terhadap guru. Hal ini dapat menjadi dasar bagi orang tua siswa untuk melaporkan guru.
Keempat, kurangnya komunikasi yang harmonis. Kurangnya komunikasi yang efektif antara guru, siswa, dan orang tua dapat memicu kesalahpahaman dan konflik yang berujung pada tindakan hukum.
Kelima, sistem pendidikan kita belum ideal. Beban kerja guru yang tinggi, sarana prasarana yang kurang memadai, dan kurikulum yang kaku dapat membuat guru merasa tertekan dan melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan harapan.
Sosialisasi tentang peran guru. Bahwa guru adalah pengganti orang tua di sekolah dan pembimbing serta mengantar menuju masa depan yang lebih baik, perlu untuk dimasyarakatkan. Olehnya itu, masyarakat perlu diberikan pemahaman yang lebih baik tentang peran guru dalam proses pembelajaran tersebut, agar orang tua murid lebih mempercayai sang guru. Wallahu a’lam bisawwabe. (*)