FAJAR, JAKARTA – Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar menyoroti dampak dari persaingan geopolitik antara dua kekuatan global, Amerika Serikat (AS) dan China, terhadap perkembangan teknologi dan industri fintech di Indonesia. Dalam gelaran Indonesia Fintech Summit & Expo 2024 yang berlangsung di Kota Kasablanka, Jakarta, Mahendra menjelaskan bahwa konflik antara AS dan China, yang sebelumnya bersifat politik dan ekonomi, kini meluas menjadi persaingan dalam sektor teknologi digital.
Mahendra menjelaskan bahwa persaingan geopolitik ini berakar dari kepentingan politik masing-masing negara untuk mempengaruhi dinamika global. “Persaingan geopolitik antara dua negara superpower yang semula berfokus pada kepentingan politik kini telah merambah ke persaingan teknologi digital,” ujar Mahendra di hadapan para peserta Fintech Summit 2024, Selasa, 12 November 2024.
Menurut Mahendra, pengaruh terbesar dari konflik ini terlihat dalam pengembangan teknologi berbasis kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) dan penguasaan manufaktur teknologi tinggi. China dan AS kini berada di garis depan dalam pengembangan AI, yang telah menjadi pilar utama dalam berbagai sektor, mulai dari industri manufaktur hingga layanan keuangan digital. Persaingan ini bukan hanya berdampak pada kedua negara, tetapi juga berimbas pada negara-negara lain yang memiliki ketergantungan terhadap teknologi mereka, termasuk Indonesia.
Mahendra menyatakan bahwa perkembangan teknologi digital, terutama dalam bidang fintech, sangat dipengaruhi oleh inovasi yang dilakukan oleh AS dan China. Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia mengalami pertumbuhan pesat dalam industri fintech, baik dari sisi jumlah perusahaan maupun variasi layanan yang ditawarkan. Namun, industri ini berpotensi terkena dampak akibat ketegangan antara kedua negara besar tersebut.