English English Indonesian Indonesian
oleh

Apa Kabar MBKM?

Oleh : Muliyadi Hamid

Banyak kalangan yang mempertanyakan kebijakan Merdeka Belajar- Kampus Merdeka (MBKM) yang merupakan inovasi kebijakan dari Mendikbud Nadiem Makarim setelah pergantian kabinet. Ada yang khawatir jika Menteri Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi (Mendikti-Saintek) mencabut kebijakan tersebut dan menggantinya dengan kebijakan yang baru. Sebagian pula yang justru tampak berharap kebijakan tersebut segera dihentikan. Kalangan terakhir ini umumnya yang sulit memahami implementasi MBKM.

Sesungguhnya, kebijakan MBKM esensinya hanya ada dua hal pokok. Yakni; pertama; mengintegrasikan atau tepatnya melebur ketiga unsur tri-dharma perguruan tinggi menjadi darma pembelajaran, sehingga Bentuk Kegiatan Pembelajaran (BKP) menjadi lebih banyak variasinya (termasuk riset dan pengabdian masyarakat), dan yang kedua adalah memungkinkannya satu BKP berbobot 20 SKS. Artinya, mahasiswa bisa hanya belajar dengan satu bentuk pembelajaran dalam satu semester. Bahkan, mahasiswa berhak untuk menempuh cara demikian dalam 3 semester atau setara maksimum 60 SKS.

Jika dicermati, kebijakan MBKM ini merupakan terobosan sekaligus meluruskan kerancuan yang selama ini terjadi. Kerancuan yang dimaksud adalah selama ini seringkali BKP justru disetarakan dengan kompetensi atau mata kuliah. Padahal BKP adalah bentuk atau cara yang ditempuh untuk mencapai kompetensi tertentu. Misalnya, KKN (Kuliah Kerja Nyata) yang seharusnya adalah bentuk kegiatan pembelajaran melalui pengabdian masyarakat selama ini ditulis sebagai matakuliah. Begitu juga Magang atau Kerja Praktek atau Praktek Industri. Seringkali ditulis dan dicantumkan di transkrip nilai sebagai matakuliah. Padahal semua itu adalah bentuk kegiatan pembelajaran. Pada MBKM, semua BKP itu harus mencantumkan kompetensi-kompetensi apa yang dipelajari atau yang dicapai mahasiswa setelah KKN, Magang, Praktek Kerja atau Praktek Kerja Industri yang telah dilakukan.

News Feed