Kondisi tersebut disebabkan oleh Direksi PLN kurang selektif dalam memilih dan menetapkan Direksi Dapen PLN. Direktur Investasi DP-PLN juga belum menyusun contingency plan dan integrated risk assessment dalam penempatan investasi berupa obligasi, saham, dan reksa dana yang mengalami penurunan nilai wajar terus menerus.
Kepala SPI juga kurang proaktif dalam mengevaluasi pengelolaan investasi dana pensiun oleh DP-PLN yang diantaranya belum memitigasi investasi yang mengalami penurunan nilai wajar terus menerus.
Berdasarkan temuan itu, BPK merekomendasikan kepada Direktur Utama PLN agar memerintahkan, pertama, Direksi PLN membuat kebijakan/pedoman dalam menseleksi dan menetapkan Direksi Dapen yang baik.
Kedua, Direktur Utama dan Dewan Pengawas Dapen PT PLN (Persero) untuk menyusun contingency plan dan integrated risk assessment untuk memitigasi dan menghindari penurunan nilai investasi dari obligasi dan reksa dana di masa yang akan datang. Dan ketiga, Kepala Sistem Pengawas Internal (SPI) untuk mengevaluasi pengelolaan investasi dana pensiun oleh Dapen-PLN yang diantaranya belum memitigasi investasi yang mengalami penurunan nilai wajar terus menerus.
Direktur Utama Dapen PLN Antonius Resep Tyas Artono sendiri membantah bahwa Dapen mengalami kesulitan likuiditas akibat investasi reksa dana dan obligasi yang dilakukan perusahaan. Sebaliknya, dia mengklaim Dapen justru memiliki surplus pendanaan. “Investasi Dana Pensiun semuanya mengacu pada peraturan dan perundang-undangan tentang Dana Pensiun,” ujarnya. (amr)