English English Indonesian Indonesian
oleh

Tradisi Mappadekko Terjaga di Desa Ajangale

Oleh: Fia Ardana
Mahasiswa Magang Universitas Muhammadiyah Bone

Mappadekko adalah pesta rakyat yang menjadi tradisi syukur dan harapan masyarakat Bone. Acara ini diselenggarakan sebagai bentuk rasa syukur atas hasil panen, sekaligus untuk mempererat tali persaudaraan antarwarga.

Tradisi mappadekko ini berasal dari kata adengka ase lolo, yaitu kegiatan menumbuk padi muda yang telah dipanen menggunakan palungeng (lesung). Suara alu (kayu penumbuk) yang menghantam lesung menciptakan bunyi khas, sementara gerakan dan ritme tumbukan menjadi irama tersendiri.

Di Desa Ajangale, yang terletak di Kecamatan Tanete Riattang, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan, tradisi mappadekko masih dilakukan. Masyarakat percaya bahwa mappadekko dapat berfungsi sebagai penolak bala agar hasil panen tahun berikutnya sama melimpahnya seperti tahun ini. Selain sebagai ungkapan rasa syukur atas panen yang melimpah, tradisi mappadekko juga berfungsi sebagai upacara meminta hujan saat musim kemarau.

Tokoh adat Bone, Andi Ardiman, dan Muh Yanis yang juga merupakan dosen mata kuliah Softskill Pangadereng di Universitas Muhammadiyah Bone dan Anre Guru di Sekolah Budaya Bugis Lamellong, menyebutkan, tradisi mappadekko memiliki nilai sakral.

Tradisi ini mencerminkan rasa syukur kepada Sang Pencipta dan berfungsi sebagai simbol kebersamaan dalam menumbuk padi dengan irama teratur, menjadikan momen panen lebih bermakna. Acara ini juga menyertakan pembacaan hikayat lontarak, yang memperkuat keterikatan budaya Bugis dengan sumber kehidupan mereka.

News Feed