Ia menyarankan, agar tak lagi menggunakan konsep pemberdayaan dalam pengelolaan ekowisata Rammang-rammang, akan tetapi menggunakan konsep pelibatan masyaratakat. “Itu tadi, ada banyak sekali bantuan tetapi tidak sesuai kebutuhan. Karena tidak ada pelibatan,” ujarnya.
Mantan Ketua Pokdarwis Maros ini menambahkan, perputaran uang di Rammang-rammang capai Rp9 miliar per tahun. Itu merupakan potensi yang sangat besar. “Kami hrusnya lebih prioritas dibanding wilayah ain. Selama ini kami berkembang sendiri tanpa membebani pemerintah kok. Jangan setelah berkembang minta hasil dari sini,” tambahnya.
Direktur BUMDES Appakabaji Desa Salenrang, Kecamatan Bontoa, Kabupaten Maros, Ariansar Anwar SM kepada FAJAR, Jumat 27 September 2024 menuturkan sejauh ini warga yang bermukim di kawasan Rammang-rammang kerap menghasilkan aneka kerajinan tangan seperti caping dan tikar. Juga ada keripik mujair.
Hanya saja, produksi dilakukan tidak continue. Baru diproduksi jika ada pesanan. Sehingga, kata dia, tidak terlalu nampak jika ada produk UMKM warga setempat. “Sebab, kalau diproduksi untuk dipajang, warga khawatir tidak laku. Pada akhirnya tidak kembali modal,” ujarnya.
Padahal, lanjutnya, ada banyak potensi produk yang bisa dikembangkan, seperti kuliner. Sisa memanfaatkan bahan baku yang sudah ada. Ia mengaku kendala dalam memunculkan potensi UMKM, adalah pemasaran. Sehingga, itu yang harus didorong, bagaimana memasarkan produk warga yang efektif dan berkelanjutan.
“Kita mau di setiap dermaga ada penjual kuliner khas yang menjadi oleh-oleh. Kita mau melibatkan kelompok perempuan yang sudah ada,” ujarnya.
Sejauh ini, tambahnya, Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) Appakabaji Maros hanya memberikan support untuk kegiatan-kegiatan positif seperti mendorong pelatihan-pelatihan yang berbasis peningkatan penunjang wisatawan, pelestarian budaya hingga kesejahteraan berbasis masyarakat.