“Proses perdamaian dilakukan tanpa tekanan, paksaan, atau intimidasi. Tersangka dan korban sepakat untuk tidak melanjutkan perkara ini ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar. Selain itu, masyarakat merespon positif keputusan ini,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Prof Asep meminta kepada para Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri untuk segera menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) berdasarkan keadilan restoratif. “Ini sesuai dengan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif,” pungkasnya. (edo)