FAJAR, MAKASSAR– Aktivitas seni peran hidup kembali. Naskah Sang Karaeng di IGD karya Yudhistira Sukatanya mentas menghibur masyarakat.
Sang sutradara Yudhistira menjelaskan, naskah ini bercerita tentang kritik sosial yang sangat dekat dengan kehidupan masyarakat. Terutama pada momentum kontestasi politik tahun ini. Ia menyebutkan, dalam naskah yang dipentaskannya tersebut, fenomena sosial politik uang ikut diutarakan.
Namun, yang paling utama dalam alur ceritanya ialah ujian keikhlasan Sang Karaeng. Para pemeran beradu gerak menceritakan kilas balik kebingungan Sang Kareng akan isi hatinya. Di balik sifatnya yang dermawan, ia ragu bahwa dirinya benar-benar ikhlas atau punya tujuan lain dalam berbuat baik. Latar cerita naskah ini berlangsung di sebuah rumah sakit, pada sebuah Instalasi Gawat Darurat
“Bagaimana tentang orang-orang yang suka menyumbang namun ia tidak ketahui apakah ia ikhlas atau punya tujuan dan niat tersembunyi dibalik kebaikan-kebaikan itu,” ujar Yudhistira.
Kata Yudhistira, naskah ini telah digarap olehnya tiga bulan lalu. Telah diuji coba pementasannya Agustus kemarin di taman budaya Benteng Somba Opu. Namun, karena desakan banyak orang, ia kembali menggelar pementasannya selama dua hari, Jumat dan Sabtu, 20-21 September, di Gedung Multimedia Kantor Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Sulsel.
“Ini kan pementasan yang sudah lama kita tunggu-tunggu, sejak covid tidak pernah pentas karena pembatasan. Baru kali ini kita kembali hadir mencoba mengangkat fenomena sosial yang kita alami,” beber Yudhistira.
Yudhistira berharap dengan ini ia bisa mengembalikan gairah pertunjukkan teater yang lama mati. Sudah lama penonton tidak menikmati seni pertunjukan langsung. Ia punya slogan, ‘ayo kembali nonton teater’. Kedepannya, agar grup-grup teater bisa kembali hidup dan berkarya. “Masyarakat juga punya pilihan, kalau selama ini hanya lewat tv dan medsos, ini alternatif bahwa kita bisa nonton teater,” tukasnya.
Pimpinan Produksi Sinergi Teater Dewi Ritayana menyampaikan, para pemain dan pementas dalam pertunjukan ini bergerak dengan niat menghidupkan kembali teater. Kebutuhan menyalurkan ekspresi, bukan karena tujuan materil. Sehingga, kedepannya ia berharap agar pemerintah juga ikut memperhatikan nasib seni pertunjukan di Kota Makassar. Baik dari segi infrastruktur seperti gedung kesenian, wadah pembinaan, serta promosi pertunjukan.
“Harapan kami ini bisa menjadi pemicu supaya teater bisa bangkit lagi di Makassar ini. Karena selama ini kita hanya menyaksikan teater abstrak,” ungkapnya. (uca/*)