Kasus DPRD Sidrap ini mirip dengan perkara yang digarap Kejari Bantaeng. Mereka telah menetapkan empat pimpinan DPRD Bantaeng sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi.
Kasus tersebut merupakan tunjangan kesejahteraan berupa rumah negara dan belanja rumah tangga untuk pimpinan DPRD Bantaeng masa jabatan 2019-2024.
Empat tersangka masing-masing Ketua, Wakil Ketua I dan II, serta Sekretaris DPRD Bantaeng: Hamsyah Ahmad, Irianto dan Muh Ridwan, serta Jufri Kau.
Pakar Hukum Pidana Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar Prof Hambali Thalib menjelaskan penentuan kerugian negara bisa dilakukan oleh Inspektorat, namun penentuan kerugian finalnya ada di BPK.
“Jadi dia bisa audit, menghitung, tapi finalisasi ada kerugian atau tidak itu melalui BPK. Jadi kalau inspektorat ada juga aparat pemeriksa internal berdasarkan UU 30/2014 itu boleh saja. Nah, dialah menentukan apakah karena ada kerugian negara. Akan tetapi, finalisasi temuannya itu melalui BPK,” jelasnya.
Untuk pengembalian kerugian negara, tidak menghilangkan pertanggungjawaban, kecuali belum dilidik. “Jadi boleh itu pengembalian ketika belum dilidik. Kalau sudah dilidik, itu, kan, sudah masuk dalam projustisia,” ucap Hambali.
“Norma hukumnya tidak bisa lagi karena itu sudah masuk projustisia. Kalau misalnya masih temuan administrasi belum ditangani oleh penyidik itu boleh saja. Boleh dengan pengembalian, tapi kalau sudah berjalan proses hukumnya, proses hukumnya itu, itu tadi mulai dari lidik atau sidik,” tambah Hambali.