Ia menuturkan, luas area dan fasum/fasosnya berbeda-beda. Semua disesuaikan dengan luasan area perumahan yang dibangun oleh pengembang. Mengenai jenis fasum dan fasosnya, bermacam-macam. ”Jadi ada yang fasumnya itu jalanan, ada drainase, ada juga RTH, dan sebagainya. Karena di setiap perumahan harus ada itu dan harus diserahkan kepada pemkot,” tuturnya.
Untuk nilainya sendiri, Mahyuddin mengaku belum menghitung secara detail. Sebab kata dia, untuk menentukan nilai harus melihat luasan secara pasti dan mengikuti Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).
Sekretaris Komisi A DPRD Kota Makassar Abdul Wahab Tahir menegaskan, kasus seperti ini sudah lama terjadi. Bahkan dia mengaku DPRD telah mendorong lewat Aparat Penegak Hukum (APH) dalam proses penuntasannya.
”Ini sudah lama kasus-kasus begini. Bahkan kami sudah dorong juga lewat APH, cuma memang banyak kontraktor yang selalu begitu,” kata dia.
Legislator senior dari fraksi Golkar itu juga menegaskan, pihaknya mendukung penuh langkah Pemkot Makassar. Hal-hal seperti ini harus terus diberantas, agar bisa memberi efek jera juga kepada para kontraktor (pengembang) yang tidak taat aturan.
”Iya, kami dukung langkah Pemkot kalau kondisinya begini. Kalau perlu biarkan saja APH yang ambil slih, serahkan saja kepada mereka supaya APH ini juga bertindak tegas,” terangnya.
Sementara itu, 11 developer yang masuk daftar belum menyerahkan PSU hingga berita ini diturunkan, belum ada yang berhasil dikonfirmasi. (wid/lin)