Oleh: Rezki Amelia Aminuddin, Dosen Teknik Industri Universitas Islam Makassar
Di era digital yang serba cepat ini, teknologi telah menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari, termasuk dalam dunia pendidikan.
Bagi mahasiswa, perangkat digital dan internet menawarkan berbagai keuntungan seperti akses tak terbatas ke sumber belajar, kemudahan komunikasi, dan fleksibilitas dalam menyelesaikan tugas. Namun, di balik manfaat-manfaat tersebut, terdapat tekanan digital yang semakin dirasakan, mengakibatkan tantangan mental dan emosional yang tidak dapat diabaikan.
Tekanan akademik meningkat
Teknologi digital telah mengubah cara dosen dan mahasiswa berinteraksi, tetapi perubahan ini juga membawa ekspektasi yang lebih tinggi. Di masa lalu, tugas akademik biasanya diberikan di kelas dengan tenggat waktu yang jelas. Sekarang, dosen dapat mengirimkan tugas kapan saja melalui platform pembelajaran online, dengan harapan bahwa mahasiswa selalu siap dan responsif. Mahasiswa merasa harus selalu “on” dan terhubung, karena takut ketinggalan informasi penting atau tugas mendadak yang diberikan di luar jam kuliah.
Akibatnya, batas antara waktu belajar dan waktu pribadi semakin kabur, membuat mahasiswa mengalami kelelahan mental yang serius. Selain itu, evaluasi terus-menerus melalui kuis online, diskusi forum, dan pengumpulan tugas digital membuat mahasiswa merasa selalu diawasi. Mereka merasa tekanan untuk terus-menerus menunjukkan performa terbaik, yang sering kali berujung pada stres berlebihan dan kecemasan akademik.
Overload informasi
Salah satu dampak negatif dari akses informasi yang tak terbatas adalah fenomena information overload atau kelebihan informasi. Mahasiswa kini dihadapkan pada banjir informasi dari berbagai sumber, mulai dari artikel ilmiah, berita, hingga konten media sosial.
Memilah informasi yang relevan dan valid menjadi tugas yang sangat menantang dan menguras energi. Tidak hanya itu, teknologi digital juga menghadirkan gangguan konstan melalui notifikasi dari berbagai aplikasi. Notifikasi ini tidak hanya mengganggu konsentrasi tetapi juga menghambat aliran kerja dan proses belajar. Mahasiswa sering kali merasa sulit fokus pada tugas yang sedang mereka kerjakan karena tergoda untuk memeriksa pesan, email, atau media sosial. Akibatnya, produktivitas menurun dan waktu belajar yang seharusnya efektif menjadi tidak maksimal.
Tantangan dalam manajemen waktu
Manajemen waktu adalah salah satu keterampilan yang paling sulit dikuasai oleh mahasiswa di era digital. Godaan untuk terus terhubung secara online, baik melalui media sosial, video streaming, atau game, sering kali lebih kuat daripada dorongan untuk menyelesaikan tugas akademik. Mahasiswa yang tidak memiliki kontrol diri yang baik dapat dengan mudah terjebak dalam kebiasaan menunda-nunda, yang pada akhirnya menumpuk stres menjelang tenggat waktu tugas. Selain itu, banyaknya tugas digital yang harus diselesaikan sering kali membuat mahasiswa kewalahan.
Mereka harus bisa mengatur waktu antara belajar, mengerjakan tugas, berpartisipasi dalam diskusi online, dan menjalani kehidupan pribadi. Ketidakseimbangan ini bisa menyebabkan burnout, yaitu kondisi kelelahan fisik dan mental yang berujung pada menurunnya kemampuan akademik dan kesehatan secara keseluruhan.
Mengatasi tekanan digital
Mengatasi tekanan digital bukanlah hal yang sederhana, tetapi ada beberapa strategi yang bisa diterapkan oleh mahasiswa untuk mengelola tekanan ini secara efektif. Pertama, penting untuk menetapkan batasan waktu yang jelas untuk penggunaan teknologi. Misalnya, mahasiswa bisa menetapkan waktu tertentu untuk fokus belajar tanpa gangguan dari perangkat digital, dan memberikan waktu istirahat yang cukup bagi diri sendiri. Kedua, manajemen waktu yang baik sangat penting. Membuat jadwal harian dengan prioritas tugas yang jelas dapat membantu mengurangi stres.
Mahasiswa harus belajar untuk membagi waktu secara proporsional antara tugas akademik, aktivitas sosial, dan waktu istirahat. Ketiga, mahasiswa harus selektif dalam menggunakan media sosial. Mengurangi waktu yang dihabiskan untuk scrolling media sosial, dan fokus pada konten yang benar-benar memberikan nilai tambah bisa membantu mengurangi tekanan sosial yang tidak perlu. Mereka juga perlu menyadari bahwa apa yang ditampilkan di media sosial sering kali hanyalah versi terbaik dari kehidupan seseorang, bukan gambaran keseluruhan.
Selain itu, penting bagi institusi pendidikan untuk memberikan program-program pelatihan dalam keterampilan digital, manajemen stres, dan kesehatan mental harus menjadi bagian dari kurikulum untuk membantu mahasiswa menghadapi tantangan di era digital ini.
Tekanan digital adalah kenyataan yang tak terhindarkan di era modern ini, terutama bagi mahasiswa yang harus menghadapi berbagai tuntutan akademik dan sosial secara bersamaan. Namun, dengan penerapan strategi yang tepat dan dukungan yang memadai, tekanan ini dapat dikelola sehingga teknologi dapat dimanfaatkan secara optimal tanpa mengorbankan kesehatan mental dan keseimbangan hidup mahasiswa. Tantangan ini memang besar, tetapi dengan kesadaran dan upaya yang tepat, mahasiswa dapat menavigasi dunia digital dengan lebih bijak dan seimbang. (*)