Direktur Surveilans dan Kekarantinaan Kesehatan, Achmad Farchanny Tri Adryanto, menambahkan bahwa peningkatan pengawasan di pintu masuk negara dilakukan melalui skrining suhu menggunakan thermal scanner. Selain itu, kewaspadaan terhadap penyebaran kasus Mpox juga dilakukan dengan pemantauan visual terhadap tanda atau gejala penyakit tersebut pada pelaku perjalanan.
Berdasarkan laporan “Technical Report Mpox di Indonesia Tahun 2023” yang diterbitkan Kemenkes pada 2024, surveilans Mpox di Indonesia diperkuat melalui deteksi kasus aktif di fasilitas pelayanan kesehatan, terutama pada kelompok berisiko tinggi. Mayoritas kasus ditemukan pada pasien dengan orientasi homoseksual (LSL), dan setiap penemuan kasus dilakukan penyelidikan epidemiologi serta pelacakan kontak.
Penetapan status PHEIC ini merupakan yang kedua kalinya dalam dua tahun terakhir. Sebelumnya, pada Juli 2022, WHO juga menyatakan status darurat serupa akibat penyebaran Mpox yang meluas ke berbagai negara di luar Afrika, di mana virus tersebut sebelumnya tidak pernah terjadi. Status PHEIC tersebut kemudian dicabut pada Mei 2023 setelah terjadi penurunan kasus secara signifikan di seluruh dunia.
Sejalan dengan keputusan WHO, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Afrika (Africa CDC) juga menyatakan status darurat Mpox di Afrika sebagai Darurat Kesehatan Masyarakat untuk Keamanan Kontinental (Public Health Emergency of Continental Security/PHECS) pada 13 Agustus 2024. (amr)