English English Indonesian Indonesian
oleh

Warga Sokkolia Menanti Keadilan, Presiden Toddopuli: Penetapan Tersangka Harus Dibatalkan

Lebih lanjut Ahmad Nur menyampaikan praperadilan ini diajukan terkait dengan kesalahan penetapan tersangka, kesalahan penangkapan, dan kesalahan penahanan sebagaimana yang diatur pada Pasal 1 angka 10 KUHAP jo Pasal 77 KUHAP dan merujuk pada Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 21/PUU-XII/2014 tertanggal 28 April 2015. Harapannya, kata Ahmad Nur, apabila praperadilan ini dikabulkan hakim, maka warga yang ditetapkan sebagai tersangka bisa mendapatkan pemulihan nama baiknya.

Beberapa hal yang janggal menurut Ahmad Nur dalam penetapan tersangka ini yakni tidak akuratnya penyidik dalam memandang siapa yang menjadi pelaku pemalsuan, bukti atau dokumen asli sebagai pembanding atas adanya surat palsu tidak pernah ditunjukkan pada pemohon, dan kasus ini sudah pernah dihentikan pada tahun 2022 namun kembali dilanjutkan tahun ini dan langsung dilakukan penangkapan dengan hanya menggunakan laporan lama. 

“Jika penetapan tersangka terkait pemalsuan, maka yang perlu dipertanyakan adalah siapa yang memalsukan surat. Dalam BAP Pemohon, jelas dikatakan Pemohon tidak tahu adanya pemalsuan dan itu juga dikuatkan dengan saksi yang dihadirkan dalam persidangan,” tegasnya.

Dalam persidangan praperadilan, pihak Termohon memang tidak mengajukan saksi. Alasannya, saksi yang akan dihadirkan mengikuti gelar perkara di Polda Sulsel. “Kami tidak mengajukan saksi yang mulia karena saksi berhalangan hadir,” kata wakil Termohon Iptu Muhammad Akbar dalam persidangan. 

Di tempat lain, Ketua Umum Toddopuli Indonesia Bersatu (TIM), Syafriadi Djaenab sebagai lembaga yang mengawal kasus ini menyebut, upaya praperadilan adalah langkah yang tepat bagi warga untuk melawan tindakan aparat penegak hukum yang diduga lalai dalam menjalankan tugasnya. Apalagi menurut pria yang akrab disapa Deang Mangka ini, kasus yang melibatkan warga Desa Sokkolia tersebut sebenarnya sudah selesai.

News Feed