Pelemahan dollar AS akan berdampak ke perekonomian EMEs, khususnya Indonesia melalui harga barang impor yang murah dalam rupiah. Hal ini akan menurunkan harga barang-barang yang selama ini bahan bakunya diimpor, seperti produk industri makanan dan minuman yang masih tergantung bahan baku impor.
Sementara pada sisi ekspor, pelemahan dollar AS atau penguatan rupiah akan membuat daya saing produk ekspor Indonesia di luar negeri menurun. Hal ini berdampak pada penurun ekspor dan bahkan defisit neraca perdagangan (trade balance deficit).
Sebaliknya dengan kubu demokrat, akan cenderung menurunkan likuiditas perekonomian AS dengan mempertahankan suku bunga tinggi sebesar 5,25% – 5,5% untuk mendorong agar CPI inflation (consumer price index inflation โ CPI inflation) mendekati 2% sesuai dengan target bank sentral AS, The Fed.
Berkurangnya likuiditas perekonomian AS akibat suku bunga tinggi membuat nilai tukar dollar AS menguat. Dimana harga barang-barang impor EMEs naik dalam mata uang lokal. Penguatan dollar AS (pelemahan rupiah) menekan industri dalam negeri yang mayoritas bahan bakunya didatangkan dari luar negeri. Sebagai contoh, harga bahan baku impor untuk industri makanan dan minuman naik dalam mata uang lokal, dalam hal ini rupiah. Pertumbuhan industri makanan dan minuman melambat.
Sebaliknya dengan harga barang-barang yang kita ekspor menjadi lebih murah dalam dollar AS. Dimana, penguatan dollar AS akan meningkatkan volume ekspor EMEs khususnya Indonesia ke negara maju, seperti AS, Euro, Jepang dan lainnya. Akibatnya, neraca perdagangan EMEs menjadi positif dan memberikan sentimen positif pada penguatan rupiah per dollar AS.